Mohon tunggu...
R Hady Syahputra Tambunan
R Hady Syahputra Tambunan Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

🎓Education: Law 🏤Classified as Middle–Upper Class in Indonesia, with assets ranging from US$169,420–1 million (approx. Rp 2.64–16 billion), based on CNBC criteria. 🏧Among the top 0.001% of Indonesians with an annual income of Rp 300–500 million (SPT 1770 S 2024) 👔Career: Employee at Giant Holding Company (since Feb 2004–Present), side job as Independent Property-Asset Management Consultant 📲Volunteer Work: Previously engaged with BaraJP, Kawal Pemilu, as well as the Prabowo–Sandi and Anies–Muhaimin campaign teams. ⚖️Note: I only connect with writers who focus on ideas and ideals, not those who are obsessed with K-Rewards.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hasto Kembali Jadi Sekjen: Ini Analisa Filsafat Politik pada PDIP Paska Pilpres

14 Agustus 2025   21:16 Diperbarui: 14 Agustus 2025   21:30 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam internal PDIP, muncul istilah yang menarik: "berkeringat" dan "tidak berkeringat". Istilah ini digunakan untuk menggambarkan siapa yang dianggap sudah bekerja keras demi partai (berkeringat) dan siapa yang dinilai naik posisi tanpa perjuangan berarti (tidak berkeringat).

Narasi ini bukan sekadar metafora, tapi alat politik yang efektif untuk mengatur persepsi dan legitimasi kader.

Teori Filsafat Politik

Antonio Gramsci, dalam teori hegemoni, menjelaskan bahwa kekuasaan tidak hanya ditegakkan lewat struktur formal, tetapi juga melalui bahasa dan narasi yang membentuk kesadaran kolektif.

Bahasa politik seperti "berkeringat" menciptakan hierarki moral internal: mereka yang dianggap "berkeringat" mendapatkan legitimasi moral dan politik, sedangkan yang "tidak berkeringat" dianggap tidak sah secara moral untuk memimpin.

Analisis Kasus

1. Makna 'Berkeringat'
Merujuk pada kader yang membangun basis suara, turun langsung ke akar rumput, dan menghadapi risiko politik demi partai.
2. Makna 'Tidak Berkeringat'
Sering disematkan pada kader yang menduduki posisi karena koneksi keluarga atau politik dinasti, tanpa riwayat perjuangan di lapangan.
3. Fungsi Narasi
-Internal: memperkuat rasa bangga di kalangan kader lapangan.
-Eksternal: membentuk citra partai sebagai organisasi yang menghargai kerja keras.
-Politis: digunakan untuk memengaruhi dukungan dalam perebutan posisi strategis.
-4. Konteks PDIP Pasca Pilpres
Narasi ini muncul di tengah isu suksesi dan perbedaan gaya kepemimpinan antara Puan (yang disebut sebagian pihak kurang "berkeringat") dan figur seperti Hasto atau kader daerah yang aktif di lapangan.

Kesimpulan 

Narasi "berkeringat" vs "tidak berkeringat" memperlihatkan bagaimana bahasa politik bisa membangun atau meruntuhkan legitimasi seseorang. Dalam konteks filsafat politik, ini menunjukkan bahwa kekuasaan tidak hanya soal jabatan formal, tetapi juga soal pengakuan simbolik yang dibangun lewat cerita dan persepsi.

Pertanyaan ala Filsafat Politik

Apakah legitimasi politik seharusnya diukur dari kerja nyata di lapangan, atau cukup dari kapasitas strategis dan hubungan elite?
Dan, apakah narasi semacam ini benar-benar adil, atau justru menjadi alat propaganda internal untuk menyingkirkan lawan politik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun