Dalam prakteknya tidaklah mudah, koridor vegetasi mesti dijaga, pemetaan jalur migrasi gajah harus tepat, bibit dan pendampingan teknis kepada petani diperlukan, dan yang tak kalah penting, pasar untuk komoditas agroforestri harus disediakan agar petani merasa ini merupakan solusi yang sesuai.
Edukasi kepada petani, teknologi seperti GPS Collar, patrol bersama, dan kolaborasi multi-pihak memegang peran penting.
Harmonisasi antara gajah dan manusia bukan soal “selamatkan satwa atau manusia”, melainkan bagaimana kesejahteraan manusia dan kelestarian habitat tidak terganggu. Agroforestri adalah titik temu ekonomi, kelestarian, dan menghindari benturan.
---
Suparto menjadi contoh, ia sudah tak lagi takut akan gerombolan gajah; ia lebih berharap bisa menyambut kehadiran mereka sebagai bagian dari hidup bersama secara damai.
Benturan yang dulu dianggap tak bisa dihindari, kini mulai disingkirkan satu per satu. Bukan dengan pengusiran, letupan petasan, bahkan membunuh gajah, tetapi dengan kebijaksanaan dan kesabaran.
Agroforestri bukan jalan instan, tetapi cara ini membuka ruang untuk solusi dan harmoni. Cara ini mengajak gajah dan manusia berjalan sesuai jalan dan ruangnya masing-masing, serta menjalin kembali ikatan lembut antara alam dan kehidupan manusia.
Di Riau, kisah Suparto dan banyak petani lainnya di sana menjadi contoh bahwa ketika niat baik, ilmu, dan kerja sama, ternyata gajah dan manusia bisa hidup rukun berdampingan, bukan sebagai musuh dan gajah dianggap hama, tetapi sebagai sesama mahluk hidup yang bisa saling menghormati.
---
Salam Hangat
Bro Agan aka Andri Mastiyanto