Agroforestri adalah perpaduan pengelolaan lahan sebagai solusi konversi lahan dengan menggunakan sistem budidaya tanaman kehutanan, pertanian atau peternakan secara bersamaan.
Pendekatannya seperti yang diwartakan National Geographic (KLIK DI SINI) dengan menanam tanaman bernilai ekonomi tapi tidak disukai gajah, sekaligus mampu menjaga koridor vegetasi dan habitat asli agar gajah punya jalur sendiri.
Media riautribune.com (KLIK DI SINI) memuat kisah KTH (Kelompok Tani Hutan) Alam Pusaka Jaya yang menerapkan agroforestri.
Suparto menyampaikan “Untuk agroforestrinya saat ini belum membuahkan hasil dari sisi ekonomi, tapi konflik gajah-manusia mengecil.”
Turut juga ditanam rumput pengalih pakan, tanaman seperti matoa atau durian di ladang, dan juga teknologi seperti GPS Collar untuk memantau pergerakan gajah.
Secara nyata Agroforestri mampu menekan konflik antara gajah dan manusia melalui strategi konservasi multi-spesies.
Agroforestri ; Harapan di Tengah Tantangan
Penerapan nyata agroforestri bukan tanpa hambatan dan halangan. Petani seperti Suparto tidak bisa mengelak bahwa dari sisi ekonomi belum akan terlihat hasilnya dalam jangka pendek, manusia butuh makan tiap hari.
Bayangkan, tanaman seperti durian atau matoa bukanlah padi, tanaman tersebut butuh waktu bertahun-tahun untuk produktif.
Namun yang patut diketahui, manfaat tanaman tersebut tidak hanya dari hasil panen saja, tapi juga benturan akan berkurang, kebun lebih aman, dan terjadi hubungan yang harmonis antara manusia dan satwa memberi arti penting.