Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 110 x Prestasi Digital Competition (72 writing competition, 28 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agroforestri, Cara Cerdas Agar Gajah Tidak Menyerbu Ladang Manusia

28 September 2025   15:07 Diperbarui: 28 September 2025   15:07 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Agroforestri solusi damai & harmoni gajah dan manusia (sumber foto : desain by Andri M)

Cahaya sang surya meredup bersembunyi dibalik Bumi, suhu dingin menyapa pekarangan rumah sederhana di Desa Pinggir, Bengkalis, Riau.

Suparto, seorang penduduk desa yang berprofesi sebagai petani kebun, terbangun oleh suara dahan patah di luar dinding rumahnya, Jantungnya berdetak kencang, apakah itu ?

Dari kegelapan, siluet sosok bertubuh dan berkuping besar muncul perlahan, ternyata gajah Sumatra yang mencari makan.

Sosok besar itu mendekat, tanaman yang berada di ladang apakah akan dirusak ? Suparto menahan napas - apakah malam ini ia dan keluarga akan tersayat luka dan kerugian?

Dulu, perjumpaan seperti itu berarti benturan, teriakan , dan lemparan petasan. Kebun sawit muda, tanaman pangan, bahkan rumah kadang jadi sasaran hewan besar itu.

Tapi malam itu, ketika ia mendekati ladang, tak tampak jejak-jejak seperti dulu, tidak seperti yang ia takutkan. Ada beda, terasa perubahan.

Cakrawala masih melambai-lambai ketika Suparto duduk di serambi rumahnya. Tertampak, barisan bibit kopi, matoa dan durian tersusun rapi.

Dirinya masih ingat ketika tim dari Rimba Satwa Foundation dan PT Pertamina Hulu Rokan datang dan menawarkan sebuah ide agar gajah bisa harmoni dengan manusia.

Ide itu berupa menanam tumbuhan yang gajah tidak suka, tetapi tetap memberikan nilai ekonomi bagi warga.

Pandangan ini juga mengenai membiarkan gerombolan gajah lewat koridor vegetasi alami, dan manusia dapat menanam di lahan yang lebih aman.

Suparto setuju dengan ide ini, walaupun ada keraguan dibenaknya, tetapi ia memilih berharap bahwa solusi ini dapat menghindarkan benturan dan  bisa disulap menjadi kedamaian.

Suparto dan Agroforestri (sumber foto ; kabarbumn.com)
Suparto dan Agroforestri (sumber foto ; kabarbumn.com)

Kisah heroik Suparto tertuang di kabarbumn.com yang berjudul “Kisah Suparto: Agroforestri Ciptakan Harmonisasi Gajah dan Petani” (Baca Di SINI)

Geopix, Data dan Fakta Gajah

Geopix.id membuat artikel "Gajah Tak Pernah Ingkar Janji" (BACA DI SINI) yang membuka mata kita bahwa jumlah populasi gajah sumatera tahun 2019 hanya 928 s/d 1379 individu berdasarkan data dari Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI). 

Data tersebut menjadi keresahan geopix di tengah tantangan besar yang dihadapi dalam perlindungan satwa liar, khususnya gajah sumatera.

Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) yang dikutip dari geopix.id (BACA DI SINI), menyebutkan sebanyak 277 kasus interaksi negatif gajah-manusia pada tahun 2019 dan meningkat 275 kasus di tahun 2020. 

Sepanjang tahun 2021, kasus terus meningkat menjadi 314 kasus. Padahal, kehadiran gajah adalah bukti bahwa kita masih memiliki hutan yang lestari. 

Jika gerombolan gajah ini hilang, apakah kita masih bisa mewariskan dan bercerita kepada anak cucu kita tentang mahluk luar biasa ini dan hutannya ?

 

Ketika Konflik Dianggap oleh Manusia, sedangkan Gajah Melewati Rutenya

Apa yang terjadi dengan Suparto sebelum berdamai dengan Gajah, mengingatkan kita bahwa gajah "tidak mampir tanpa alasan”.

Acapkali karena habitatnya terganggu, tempat mereka mencari pakan alami semakin sempit, dan perkebunan manusia dahulu jalur migrasi gajah.

kawanan Gajah di dalam hutan (sumber foto ; riautribun)
kawanan Gajah di dalam hutan (sumber foto ; riautribun)

Lahan-lahan yang dahulunya habitat mereka berubah menjadi pemukiman, kebun sawit, atau tanaman di ladang ternyata digemari gajah, sehingga hewan besar ini berkunjung tetapi manusia menganggapnya hama.

Pertemuan gajah dan manusia pun terus muncul, membawa kerugian ekonomi, emosional, bahkan kematian gajah maupun manusia.

Dikutip dari ksdae.or.id (KLIK DI SINI), di Riau, benturan manusia–gajah bukan cerita tunggal Suparto. Di Desa Petani, Kecamatan Bathin Solapan, contohnya, gajah dilaporkan memasuki kebun warga, merusak sawit, dan dinding rumah.

Petani akhirnya melapor ke Balai Besar KSDA Riau, tim pun datang untuk menenangkan dan menyelidiki 

Dilaporkan amirariau.com (KLIK DI SINI) , Di Pelalawan, konflik juga muncul. Seorang petani di Kecamatan Pangkalan Kuras dilaporkan diserang oleh gajah setelah berupaya mengusir gajah masuk ke kebunnya.

Petani ini mengalami luka -luka pada punggungnya. Pihak BBKSDA Riau langsung menuju ke tempat kejadian untuk identifikasi dan mitigasi.

Agroforestri sebagai Jalan Damai

Dalam benturan yang tak teralakan itu, agroforestri muncul sebagai alternatif sebagai jalan damai. Di Riau, program agroforestri disosialisasikan di wilayah-wilayah yang paling rentan benturan seperti ; kantong habitat, rute perlintasan gajah, dan lahan petani di sekitar hutan.

Agroforestri adalah perpaduan pengelolaan lahan sebagai solusi konversi lahan dengan menggunakan sistem budidaya tanaman kehutanan, pertanian atau peternakan secara bersamaan.

Pendekatannya seperti yang diwartakan National Geographic (KLIK DI SINI) dengan menanam tanaman bernilai ekonomi tapi tidak disukai gajah, sekaligus mampu menjaga koridor vegetasi dan habitat asli agar gajah punya jalur sendiri.

Media riautribune.com (KLIK DI SINI) memuat kisah KTH (Kelompok Tani Hutan) Alam Pusaka Jaya yang menerapkan agroforestri.

Suparto menyampaikan “Untuk agroforestrinya saat ini belum membuahkan hasil dari sisi ekonomi, tapi konflik gajah-manusia mengecil.

Anggota Rimba Satwa merawat bibit Agroforestri (sumber foto : Deny fernando / National Geographic)
Anggota Rimba Satwa merawat bibit Agroforestri (sumber foto : Deny fernando / National Geographic)

Turut juga ditanam rumput pengalih pakan, tanaman seperti matoa atau durian di ladang, dan juga teknologi seperti GPS Collar untuk memantau pergerakan gajah.

Secara nyata Agroforestri mampu menekan konflik antara gajah dan manusia melalui strategi konservasi multi-spesies.

Agroforestri ; Harapan di Tengah Tantangan

Penerapan nyata agroforestri bukan tanpa hambatan dan halangan. Petani seperti Suparto tidak bisa mengelak bahwa dari sisi ekonomi belum  akan terlihat hasilnya dalam jangka pendek, manusia butuh makan tiap hari.

Bayangkan, tanaman seperti durian atau matoa bukanlah padi, tanaman tersebut butuh waktu bertahun-tahun untuk produktif.

Namun yang patut diketahui, manfaat tanaman tersebut tidak hanya dari hasil panen saja, tapi juga benturan akan berkurang, kebun lebih aman, dan terjadi hubungan yang harmonis antara manusia dan satwa memberi arti penting.

Dalam prakteknya tidaklah mudah, koridor vegetasi mesti dijaga, pemetaan jalur migrasi gajah harus tepat, bibit dan pendampingan teknis kepada petani diperlukan, dan yang tak kalah penting, pasar untuk komoditas agroforestri harus disediakan agar petani merasa ini merupakan solusi yang sesuai.

Edukasi kepada petani, teknologi seperti GPS Collar, patrol bersama, dan kolaborasi multi-pihak memegang peran penting.

Harmonisasi antara gajah dan manusia bukan soal “selamatkan satwa atau manusia”, melainkan bagaimana kesejahteraan manusia dan kelestarian habitat tidak terganggu. Agroforestri adalah titik temu ekonomi, kelestarian, dan menghindari benturan.

---

Suparto menjadi contoh, ia sudah tak lagi takut akan gerombolan gajah; ia lebih berharap bisa menyambut kehadiran mereka sebagai bagian dari hidup bersama secara damai.

Benturan yang dulu dianggap tak bisa dihindari, kini mulai disingkirkan satu per satu. Bukan dengan pengusiran, letupan petasan, bahkan membunuh gajah, tetapi dengan kebijaksanaan dan kesabaran.

Agroforestri bukan jalan instan, tetapi cara ini membuka ruang untuk solusi dan harmoni. Cara ini mengajak gajah dan manusia berjalan sesuai jalan dan ruangnya masing-masing, serta menjalin kembali ikatan lembut antara alam dan kehidupan manusia.

Di Riau, kisah Suparto dan banyak petani lainnya di sana menjadi contoh bahwa ketika niat baik, ilmu, dan kerja sama, ternyata gajah dan manusia bisa hidup rukun berdampingan, bukan sebagai musuh dan gajah dianggap hama, tetapi sebagai sesama mahluk hidup yang bisa saling menghormati.

---

Salam Hangat

Bro Agan aka Andri Mastiyanto

Shopee Bro Agan I Threads @andrie_gan I Tiktok @andriegan I Twitter @andriegan I Instagram @agan_reborn & @andrie_gan I Blog - kompasiana.com/rakyatjelata

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun