Di tengah hiruk pikuk kuliner Yogyakarta yang tak ada habisnya, ada satu nama yang berhasil mencuri perhatian, terutama di kalangan mahasiswa: Pancong Jaksel. Bukan, ini bukan singkatan dari Jakarta Selatan, melainkan Jakal Selatan, sebuah akronim yang melekat kuat di benak pelanggannya dan menjadi penanda identitas asli Jogja. Di balik nama unik dan cita rasa lezatnya, terhampar kisah inspiratif dari seorang pemuda asal Kebumen yang berani membanting setir dari bangku kuliah demi mengejar passion di dunia wirausaha.
Rinto Nur Farido, sosok visioner dan pemilik Pancong Jaksel, adalah bukti nyata bahwa kegigihan dan keberanian bisa membuka jalan menuju kesuksesan. Berasal dari Kebumen, Rinto merantau ke Jogja untuk mengenyam pendidikan. Namun, jiwa wirausaha yang menggebu-gebu mendorongnya untuk mengambil jalur yang berbeda. "Dulu kuliah di Jogja pendidikan, banting setir karena memang lebih seneng bikin usaha," tutur Rinto dengan santai, menjelaskan transisi hidupnya yang menarik. Keputusan ini berbuah manis dengan lahirnya Pancong Jaksel pada akhir tahun 2022.
Outlet pertamanya berdiri kokoh di kawasan Nologaten, sebuah lokasi strategis yang berdekatan dengan kampus-kampus besar seperti UIN Sunan Kalijaga dan AMPTA. Tak heran, sejak awal, Pancong Jaksel langsung mencuri hati para mahasiswa. Mas Syaiful, salah satu pemilik mitra di Nologaten, membenarkan hal ini. "Pangsa pasarnya tergantung lokasi mitranya, kebetulan di Nologaten jadinya banyak yang dari UIN & AMPTA. Begitu juga mitranya di daerah lain, pasti banyakan mahasiswa yang beli," jelasnya. Ini menunjukkan bagaimana Rinto jeli melihat potensi pasar dan menempatkan bisnisnya di titik yang tepat. Mahasiswa, dengan gaya hidup yang dinamis dan keinginan mencoba hal baru, menjadi target pasar yang ideal bagi jajanan seperti pancong. Mereka cenderung mencari kudapan yang cepat, terjangkau, namun tetap lezat dan kekinian.
Jaksel: Sebuah Nama yang Melekat dan Bikin Penasaran
Nama "Pancong Jaksel" sendiri memiliki cerita unik yang membuatnya semakin mudah diingat dan menimbulkan rasa penasaran. Bukan Rinto yang memilih nama tersebut, melainkan para pelanggan setianya. "Biar mudah diingat, customer yang ngasih," ungkap Rinto sambil tersenyum. Penamaan ini menjadi sebuah keuntungan tersendiri, karena secara tidak langsung menciptakan brand awareness yang kuat dan mudah diingat. Banyak yang awalnya mengira Pancong Jaksel berasal dari Jakarta Selatan, sebuah distrik yang terkenal dengan gaya hidup hipster dan anak mudanya. Namun, setelah tahu kepanjangannya, "Jakal Selatan" -- merujuk pada Jalan Kaliurang bagian selatan, salah satu pusat keramaian di Jogja -- mereka jadi tahu bahwa ini adalah produk asli Jogja yang punya keunikan sendiri.
Identitas "Jaksel" yang ambigu ini justru menjadi daya tarik tersendiri. Para pembeli merasa ada sentuhan kekinian, seolah pancong ini membawa vibes dari pusat urban lifestyle. Hingga saat ini, Pancong Jaksel telah menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Dari satu outlet di Nologaten, kini mereka telah memiliki 7 hingga 8 outlet yang tersebar di berbagai daerah di Sleman, termasuk di Jalan Kaliurang (Jakal) yang memang menjadi pusat mahasiswa dan tempat nongkrong favorit. Ekspansi ini menunjukkan bagaimana permintaan terhadap Pancong Jaksel terus meningkat, dan Rinto bersama timnya berhasil menjawab kebutuhan pasar dengan baik.
Dinamika Bisnis Jajanan: Tantangan dan Solusi Pancong Jaksel
Pancong, sebagai jajanan, memang memiliki dinamika pasar yang berbeda dengan makanan pokok. "Seneng susahnya ya karena pancong itu jajan ya kadang sepi kadang rame, bukan kayak makanan pokok," kata Rinto jujur, menggambarkan fluktuasi penjualan yang harus ia hadapi. Ia menambahkan, "Biasanya kalau liburan turun drastis sih kalau masuk aktif ya naik lagi, tapi ya namanya jualan pasti ada gituannya." Periode liburan kampus atau akhir pekan yang panjang seringkali membuat penjualan menurun drastis karena target pasar utama mereka, mahasiswa, pulang kampung atau berlibur. Namun, Pancong Jaksel mampu melewati pasang surut ini berkat strategi dan kualitas yang tak main-main. Kuncinya adalah memahami ritme pasar dan menjaga konsistensi. Ketika masa perkuliahan aktif, Pancong Jaksel siap dengan pelayanan prima dan stok yang memadai. Ketika sepi, mereka mungkin fokus pada inovasi resep atau promosi untuk mempertahankan minat pelanggan. Ini adalah bagian dari seni berbisnis kuliner, di mana adaptasi dan ketahanan menjadi faktor krusial.
Sensasi Rasa dan Kualitas Premium yang Membedakan
Keunggulan utama Pancong Jaksel yang membuatnya bertahan dan berkembang di tengah persaingan ketat terletak pada bahan dan topping premium yang digunakan. "Secara umum sama, tapi dari bahan dan topping ngambil yang premium, alias biar beda dan enggak mau sama kayak yang lain dan juga biar hasilnya juga beda," terang Rinto. Filosofi ini sangat penting dalam industri makanan; meskipun produknya sederhana, kualitas bahan baku akan sangat mempengaruhi hasil akhir. Penggunaan bahan premium memastikan pancong memiliki tekstur yang sempurna, aroma yang menggoda, dan rasa yang lebih kaya. Tak hanya itu, Pancong Jaksel juga mengandalkan perpaduan resep khas yang turun-temurun dari outlet pertama. Ini menciptakan cita rasa unik yang membedakannya dari pancong-pancong lainnya di pasaran. Resep rahasia ini mungkin melibatkan perpaduan tepung, santan, dan gula dengan takaran yang pas, menghasilkan pancong yang lembut di dalam namun sedikit renyah di luar. Kemudian, kreativitas dalam pemilihan topping juga menjadi nilai tambah. Dari cokelat lumer, keju melimpah, matcha, stroberi, hingga varian kekinian seperti red velvet atau salted caramel, Pancong Jaksel selalu punya cara untuk memanjakan lidah pelanggannya.
Dari pengalaman pribadi penulis, Pancong Jaksel memang bukan tipe pancong yang "terlalu berbeda" dari segi bentuk, namun rasanya benar-benar istimewa. Manisnya pas dan tidak bikin eneg, sehingga sangat bersahabat di lidah semua kalangan, bahkan bagi mereka yang kurang menyukai makanan terlalu manis. Ini adalah poin krusial, karena banyak jajanan manis seringkali membuat orang cepat merasa kenyang atau mual. Pancong Jaksel justru menawarkan pengalaman makan yang nyaman dan memuaskan. Varian rasanya pun sangat beragam dan selalu mengikuti tren terkini, menjadikannya favorit di kalangan anak-anak Gen Z yang selalu ingin mencoba hal-hal baru dan instagrammable. Ditambah lagi, nama "Jaksel" yang selalu berhasil bikin salfok dan terkadang sukses memberi vibes Jakarta Selatan---abiez, ini hanya sebuah lelucon yang menambah daya tarik Pancong Jaksel dan membuatnya semakin berkesan di benak pelanggan.
Jam Operasional dan Daya Tarik Mahasiswa yang Tak Pernah Pudar
Pancong Jaksel melayani pelanggan setiap hari mulai pukul 16.00 hingga 22.30 WIB. Jam operasional ini sangat cocok dengan gaya hidup mahasiswa yang sering mencari camilan sore hingga malam hari, baik untuk teman belajar, nongkrong bersama teman, atau sekadar mengatasi rasa lapar setelah aktivitas kampus. Lokasi-lokasi strategis di sekitar kampus semakin memperkuat posisi Pancong Jaksel sebagai destinasi kuliner favorit. Mereka tidak hanya menawarkan makanan, tetapi juga pengalaman dan suasana yang mendukung gaya hidup anak muda.
Kisah Pancong Jaksel adalah cerminan dari semangat wirausaha muda Indonesia yang tak kenal menyerah. Dengan inovasi, kualitas, dan pemahaman yang mendalam akan pasar, Rinto Nur Farido berhasil mengubah sekadar jajanan pancong menjadi sebuah brand yang kuat dan digemari, dibantu oleh mitra-mitra seperti Mas Syaiful. Ini juga menjadi inspirasi bagi banyak orang bahwa dengan keberanian mengambil risiko dan dedikasi pada kualitas, setiap ide bisnis, sekecil apapun, memiliki potensi untuk tumbuh besar dan memberikan dampak positif. Pancong Jaksel tidak hanya menjual jajanan, tetapi juga menjual kisah, identitas, dan tentu saja, manisnya kesuksesan.