Ketika masih anak-anak, seringkali kita mendapati teguran dari orang tua untuk segera tidur jika jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Biar cepat besar, kata ibu saya dulu. Setelah besar, atau bahkan memasuki usia senja, apakah berarti kebutuhan tidur berkurang dengan alasan 'sekarang sudah besar'?
Tidur bukan sekadar waktu istirahat. Meskipun tampak sebagai kegiatan yang sederhana, sejatinya tubuh kita melakukan berbagai aktivitas penting saat tidur. Tidak hanya mengistirahatkan tubuh dari berbagai aktifitas, tidur juga memiliki peran dalam memperbaiki sel tubuh, mengatur hormon, hingga menyimpan memori di otak. Siklus tidur manusia terdiri dari dua fase utama, yaitu Non-Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Dalam kondisi normal, satu siklus tidur berlangsung sekitar 90 - 110 menit dan berulang 4 -- 6 kali setiap malam yang berarti memerlukan waktu sekita 7 -- 8 jam per malam.
Bagi populasi lansia, kualitas tidur menjadi semakin penting. Seiring bertambahnya usia, durasi tidur cenderung berkurang dan fragmentasi tidur meningkat, sehingga lansia lebih sering terbangun di malam hari atau bahkan kesulitan dalam memulai tidur. Â Dikutip dari sebuah penelitian dari Sabia et. al. di tahun 2021, durasi tidur sehat yang disarankan bagi lansia adalah 7--8 jam per malam, dengan proporsi fase tidur dalam perputaran siklus yang tetap seimbang. Kurang dari itu, berbagai fungsi tubuh akan menurun dan tidak akan bekerja secara optimal pada keesokan harinya.
Kurang tidur kronis pada lansia bukan hanya soal rasa kantuk di siang hari. Risikonya jauh lebih serius, antara lain:
- Meningkatkan risiko demensia. Studi menunjukkan, tidur malam kurang dari 6 jam per hari dalam jangka panjang meningkatkan risiko gangguan memori dan demensia hingga 30%.
- Gangguan sistem imun, membuat lansia lebih rentan terkena infeksi. Hal ini terntu saja memperberat kondisi alami lansia yang telah mengalami immunosenescent
- Meningkatkan tekanan darah dan risiko penyakit jantung. Gangguan keseimbangan system saraf yang terjadi saat tidur yang kurang nyenyak menybebkan fluktuasi tekanan darah yang lebih tajam. Hal ini dapat menambah beban jantung dan pada jangka panjang dapat meningkatkan resiko berbagai penyakit jantung.
- Memperburuk gangguan suasana hati, seperti depresi dan kecemasan, yang prevalensinya memang lebih tinggi di usia lanjut.
- Meningkatkan risiko jatuh, karena gangguan konsentrasi, refleks, serta keseimbangan akibat kantuk berlebihan di siang hari.
Bagaimana Cara Menjaga Kualitas Tidur pada Lansia?
Seringkali pasien datang dengan hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium yang kurang memuaskan mengeluh akan tidur yang terganggu di malam hari. Sering kali, tak hanya tekanan darah yang meningkat, namun hasil pemeriksaan gula pun turut mengalami kenaikan dan kerap menjadi keluhan kecil dari para pasien. Beberapa hal yang dapat membantu adalah :
- Buat Rutinitas Waktu Tidur yang Konsisten
Tidur dan bangun di jam yang sama setiap hari, termasuk akhir pekan, akan membantu mengatur biological clock atau ritme sirkadian tubuh, membuat aktivitas memulai tidur dan bangun menjadi lebih mudah bagi tubuh.
- Hindari Konsumsi Kafein, Alkohol, dan Rokok Menjelang Tidur
Kafein dan nikotin bersifat stimulan yang bisa memperpanjang waktu terjaga. Sementara alkohol, meski bisa membuat kantuk, justru menurunkan kualitas tidur karena mengganggu fase REM (Hirshkowitz et al., 2015).
- Pastikan Lingkungan Kamar Tidur Nyaman
Suhu ruangan sebaiknya berkisar 24--26C, cahaya redup, dan minim kebisingan. Gunakan lampu tidur dengan warna cahaya yang hangat (kekuningan) bila perlu.
- Batasi Tidur Siang
Tidur siang cukup 20--30 menit saja, usahakan sebelum memasuki waktu petang. Tidur terlalu lama di siang hari akan mengurangi kebutuhan akan tidur malam.
- Rutin Aktivitas Fisik di Pagi atau Siang Hari
Olahraga ringan seperti jalan kaki, senam lansia, atau yoga bisa membantu memperbaiki pola tidur dan mengurangi stres. Hindari olahraga berat di malam hari karena dapat menimbulkan efek stimulasi yang mengganggu kualitas tidur.
- Latih Relaksasi Sebelum Tidur
Teknik pernapasan dalam, membaca buku ringan, atau mendengarkan musik tenang efektif membantu mempersiapkan tubuh masuk ke fase tidur. Selai itu, menyisihkan waktu berdoa sebelum tidur juga dapat dikategorikan sebagai latihan relaksasi sebelum tidur.
- Batasi Paparan Gawai Menjelang Tidur
Paparan cahaya biru dari layar TV, ponsel, atau tablet menekan produksi hormon melatonin yang dibutuhkan tubuh untuk mengantuk. Hindari penggunaan gawai setidaknya 1 jam sebelum waktu yang dijadwalkan untuk tidur mulai.
Kapan Harus Berkonsultasi ke Dokter?
Jika keluhan sulit tidur, sering terbangun, atau kantuk berlebihan di siang hari berlangsung lebih dari 3 minggu, atau disertai perubahan suasana hati, penurunan memori, dan penurunan aktivitas harian, segera konsultasikan ke dokter. Pemeriksaan fisik, evaluasi mengenai obat-obatan yang biasa dikonsumsi, penilaian gangguan tidur, serta skrining demensia dapat membantu memastikan penyebabnya.
Tidur berkualitas bukan hanya kebutuhan dari bayi, anak-anak, dan remaja saja. Bagi lansia, tidur cukup dan berkualitas sangat penting untuk menjaga kesehatan otak, jantung, kekebalan tubuh, dan kesejahteraan emosional. Dengan menerapkan kebiasaan tidur sehat, banyak risiko penyakit kronis dapat ditekan sejak dini.
"Sehat bukan hanya tentang apa yang Anda makan dan seberapa sering Anda berolahraga, tapi juga bagaimana Anda tidur setiap malam."
Referensi:
- Jameson JL, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine. 21st ed. McGraw-Hill; 2022.
- Sabia S, et al. Association of Sleep Duration in Middle and Old Age With Incidence of Dementia. Nature Communications. 2021;12(2289):1--9.
- Hirshkowitz M, et al. National Sleep Foundation's Sleep Time Duration Recommendations: Methodology and Results Summary. Sleep Health. 2015;1(1):40--43.