Logical Falacies
Tidak hamil. Tidak  Menikah
  Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan langgeng terpenuhi manakala lembaga perkawinan mampu membina keharmonisan rumah tangga dan menghasilkan keturunan. Perkawinan harus dilandasi dengan rasa saling mencintai, gotong royong dan saling mendukung, yang berjalan beriringan dalam segala aktivitas rumah tangga.
Perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Perkawinan ini kemudian harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, tidak semua pernikahan bisa langgeng karena suatu hal pernikahan juga bisa berakhir dengan bubarnya pernikahan. Putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh tiga (tiga) hal yaitu kematian, perceraian dan keputusan pengadilan.
 Â
  Adapun ungkapan "tidak hamil, belum menikah" di masyarakat sering terdengar dengan meningkatnya kehamilan di luar nikah, terutama di kalangan remaja. Hamil di luar nikah adalah suatu keadaan dimana seorang wanita hamil tanpa ikatan perkawinan atau ikatan perkawinan. Pada tahun 1980-an dan seterusnya di Bali dianggap memalukan untuk hamil sebelum pernikahan yang menimpa keluarga perempuan tersebut. Di mata masyarakat, "kejadian" ini dipandang sebagai pelanggaran harkat dan martabat keluarga perempuan oleh pihak lain. Asumsi lain adalah gadis kaca itu malu menjadi korban pelecehan moral laki-laki. Selain itu, laki-laki berasal dari marga yang berbeda dengan perempuan.
Namun baru-baru ini, Â asumsi masyarakat tentang 'kasus' beling malu makin terbalik. Yang bikin bingung malah jadi kebanggaan keluarga Pawarangan (orang tua pengantin baru). Pengantin wanita juga menjalani kehamilannya dengan normal. Tidak ada ejekan, apalagi pelanggaran martabat manusia seperti dulu. Gelas yang memalukan juga dianggap sebagai jimat keberuntungan. Karena orang tua Paparangan sudah bisa dipastikan dan kebanyakan ingin segera punya cucu. Mereka tidak ingin mempelai wanita menjadi mandul.
Dalam masyarakat ini terjadi kegagalan logika, bagaimana mungkin dalam agama Hindu hubungan seksual dianggap suci dan dalam Tantra juga dikatakan bahwa hubungan intim dianggap yoga. Itu sebabnya ungkapan seperti itu tidak memiliki "akal" yang nyata mengingat selain aspek religius juga ada aspek psikologis.
Perkawinan tidak hanya menyatukan dua keluarga dan dua insan, tetapi juga membutuhkan kematangan mental, daya intelektual dan kematangan mental dan fisik, sehingga konsep "Tidak hamil menikah atau Sing Beling Sing Nganten" tidak pantas untuk diterima. entah bagaimana dibenarkan. Tidak hanya baik untuk pihak wanita tetapi juga untuk kedua belah pihak keluarga karena pernikahan adalah hal yang sakral dan tidak seperti pacaran yang bisa berganti-ganti pasangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI