Mohon tunggu...
Rajiman Andrianus Sirait
Rajiman Andrianus Sirait Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, penulis jurnal, artikel dan lagu, sebagai editor beberapa buku Teologi dan pendidikan agama Kristen dan saya juga aktif dalam pelayanan sosial dan gereja

Nama saya Rajiman Andrianus Sirait, saya berprofesi sebagai Mahasiswa, penulis jurnal, artikel dan lagu, sebagai editor beberapa buku Teologi dan pendidikan agama Kristen dan saya juga aktif dalam pelayanan sosial dan gereja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Krisis Moralitas: Refleksi Kisah Sodom dan Gomora

24 Agustus 2022   18:36 Diperbarui: 24 Agustus 2022   18:39 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak berhenti disitu saja, di era serba terbuka ini, semakin maraknya juga orang yang bangga menyatakan dirinya seorang LGBT pun mulai terasa. bahkan, mereka terang-terangan meminta untuk diberikan legalitas, dengan alasan HAM. Menurunnya moral dan etika dalam pola hidup manusia menjadi sebuah masalah yang sangat membutuhkan suatu perhatian secara serius dan mendalam dengan melihat faktor peradaban yang ada. 

Hal tersebut dikarenakan, bila terus dibiarkan, maka jangan heran bila kualitas pemimpin kita akan semerawut, bahkan bangsa kita bisa hanya sebagai kenangan semata. Mengapa demikian?

Bila melihat kisah Sodom dan gomora, dalam kitab Kejadian memberi tahu kita bahwa 'orang Sodom sangat jahat dan berdosa' (Kej. 13:12-13). Pada tragedi pengepungan tempat kediaman Lot, datang banyak orang untuk meminta memakai orang yang datang ketempatnya (lihat Kejadian 19:5). 

Dalam teks aslinya kata "pakai" adalah  (yda`), artinya 'mengetahui, mengenal, memahami, dan bersetubuh'. Dosa penduduk Sodom adalah kerakusan, kekejian, dan kesenangan yang semu. Dampak dari dosa tersebut, kota itu dibumihanguskan.

Pada masa ini pun, kita sudah mulai merasakan suatu teguran yang cukup nyata, yaitu dengan adanya pandemic Covid 19. Semua kalangan, kaya-miskin, berpangkat-tidak berpangakat tidak ada yang dapat kebal dari virus ini. Sebagai manusia haruslah kita merefleksikan diri bahwa kehidupan di dunia ini "hanya sementara". Semua kesenangan yang dikejar di dunia sifatnya hanya sementara. 

Kehidupan akan lebih indah dan bermakna jika kita dapat menjadi berkat. Menyadari bahwa semuanya yang kita rasakan karena Tuhan. Maka ketika sadar siapa kita, kita akan menjaga dengan betul cara hidup di dunia ini. (RAS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun