Mohon tunggu...
Rajash Rejava
Rajash Rejava Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ibuku Pahlawanku, Kartiniku dan Bidadariku (Menjadi Guru di Setiap Jam Kehidupan)

26 April 2015   15:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:40 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap orang mempunyai kisah sukses di balik hidupnya. Kesuksesan yang saat ini nampak hanya sebatas cuil gambaran dari betapa besar perjuangannya dimasa lalu. Perjuangan untuk bertahan hidup dan terus menghidupi. Perjuangan untuk melawan rimbanya kehidupan dan arus deras perlawanan.

Membesarkan anak bukan perkara mudah. Membesarkan anak merupakan tugas yang mulia. Sedangkan mendidik karakter dan menanamkan jiwa sosial adalah tantangan tersendiri. Apalagi yang dibesarkan bukan satu atau dua anak, tapi tiga sekaligus. Bagaimana tidak, di jaman yang serba ektrim ini, semua hal bisa kita dapat dengan mudahnya. Baik itu positif maupun negatif. Tanpa pengawasan yang ketat dari orang tua, maka masa depan anaknya menjadi sangat rentan.

Kala itu usia kami sangatlah belia, kami adalah tiga bersodara bersama seorang Ibu yang sangat penyabar dan penyayang. Ayah kami bekerja jauh dari kami semua, kami bisa bermain dan bermanja bersama hanya setelah tiga bulan. Dan pertemuan yang singkat itulah yang kami manfaatkan. Setiap harinya kami belajar, bermain bersama Ibu. Dan segudang ilmu yang kami dapat berasal dari Beliau.

Banyak hal yang beliau ajarkan dikala kami kecil.

Ketika malam menjelang, berdoa untuk keselamatan ayah adalah hal yang kami selalu lakukan.

”Ya Tuhan, berikanlah salam kepada ayah kami yang berkerja jauh disana. Rahmatilah dan berkahilah semua upaya yang ayah lakukan. Semoga keselamatan selalu diberikan hingga kelak kami akhirnya bisa berkumpul bersama”. Lebih kurang begitu doa yang kami panjatkan bersama. Doa itu berlangsung cukup lama, ya benar cukup lama untuk merasakan hangatnya berkumpul dengan semua anggota keluarga. Ibu mengajarkan, doa adalah elemen penting yang tidak bisa kita pisahkan dari kehidupan. Setiap usaha yang telah kita lakukan, hendaknya kita iringi dengan doa. Dan kita pahrahkan pada Sang Pencipta. Jauh dekatnya jarak bukan perkara yang bisa “menjauhkan” kita satu sama lain. Sama seperti pepatah “jauh dimata namun tetap dekat di hati”

Meminta maaf satu sama lain diantara kami bertiga menjadi kebiasaan kami hingga saat ini.

Ibu kami selalu mengajarkan, memberi maaf adalah sebuah hal yang baik, tetapi meminta maaf adalah kebaikan di atas kebaikan yang tidak semua orang bisa lakukan. Mengakui kesalahan memang hal yang susah, rasa egoismu harus ditekan dan jiwa mengalahmu harus ada. Namun itu adalah ilmu kehidupan yang harus bisa kami pelajari bersama. Baik susah maupun tidak.

Dikala hujan datang, kami selalu berkumpul bersama.

kami berdoa bersama melantunkan beberapa surat pendek di al-qur’an. Sungguh mulia hati seorang Ibu, beliau mengajarkan kepada kami bahwa hujan adalah berkah yang harus kita syukuri. Banyak orang di luar sana yang berdoa meminta hujan, namun hujan belum kunjung datang.

Tidur di rumah adalah sesuatu hal yang mutlak.

Jika malam telah tiba, dan ibu ku belum menjumpai salah satu anaknya di rumah. Maka beliau dengan sangat cekatan langsung mencari kami. Entah kami berada di mana, pasti beliau dapat menemukan kami. Itu adalah naluri seorang ibu. Belaiu berpesan, “ Nak, kamu boleh bermain dan belajar sepuasmu, namun ingatlah Ibu di sini. Ayah memberikan amanat yang begitu besar untuk menjaga kalian semua. Bagaimana mungkin ibu bisa menjawab pertanyaan ayah kalian tentang kabarmu jika ibu tidak bisa melihat kalian. Tentu ibu akan sangat mengkhawatirkan kalian semua”

Beliau menjadi guru di semua jam kehidupannya.

Baik dirumah maupun di sekolah. Beliau tidak membeda-bedakan dalam mengajar. Baik kepada anakya sendiri, maupun kepada murid didiknya. Satu hal yang selalu membekas sampai saat ini adalah ketika saya belajar membaca, dan membaca “ng” adalah sesuatu hal susah. Banyak kesalahan yang saya lakukan saat itu, dan beliau hanya memandang tersenyum dengan penuh rona kebahagiaan. Tanpa sedikitpun ada rasa marah dalam raut wajahnya”.Dan sejak saat itu, dimanapun saya berada, saya berusaha untuk membaca semua hal yang aku temui. Entah itu papan reklame, baliho maupun poster.

Ibu adalah orang tua sekaligus kawan. Ibu bisa menempatkan posisi dimana kami sangat membutuhkan seseorang di posisi tersebut. Ya benar, untuk mengisi ruang kosong di hati kami. Ibu bisa menjadi apapun dan siapapun.

Ibu kami lebih dari sekedar seorang Ibu. Ibu adalah bidadari yang dianugerahkan Tuhan untuk mendidik dan membesarkan kami. Ibu mengerti pendidikan karakter utama berasal dari keluarga. Dan anak adalah cerminan orang tuanya sendiri.

Ibuku Pahlawanku, Kartiniku dan Bidadariku.

Salam cinta untuk Ibuku, ayahku, kakak perempuanku tersayang dan kedua adikku yang selalu aku banggakan.

Riki Alfian A (TYN)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun