Fenomena Meme Job Application merupakan sebuah lelucon di internet yang menunjukan reaksi kaget beberapa anak muda ketika bertemu formulir pendaftaran pekerjaan yang entah darimana muncul. Lucu memang pada awanya tapi kita patut perhatikan juga bahwa meme ini muncul dari keresahan anak muda akan dunia kerja.
Dilansir dari Know Your Meme, asal mula dari meme ini diperkirakan muncul pada tahun 2019 saat perayaan halloween dengan postingan dari pengguna X @zilinski212 yang menunjukkan seseorang memakai topeng berbentuk formulir pekerjaan dan caption "Boo!!! IK I scared a lot of ya, I'm a job application for Halloween (Baa!!! Aku tahu aku menakuti banyak dari kalian, aku lamaran pekerjaan untuk halloween)."
Hingga saat ini banyak perkembangan dari meme tersebut yang banyak menggambarkan seseorang yang dikejar entitas menakutkan yang merupakan dokumen lamaran pekerjaan. Meme ini seolah menyindir banyak pengangguran yang tidak mau bekerja dan takut melamar pekerjaan.
Ditengah hiruk pikuk susahnya mencari pekerjaan, lingkungan kerja yang tidak mendukung, dan penghasilan yang memadai; mungkin menjadi dasar bagaimana meme atau lelucon ini tersebar di Internet sebagai bentuk keresahan.
Gen-Z dan Kecemasan Akan Dunia Kerja
Menurut laporan Deloitte (Deloitte Global 2024 Gen Z and Millennial Survey), banyak Gen-Z merasa khawatir terhadap masa depan karier mereka. Faktor seperti ketidakstabilan ekonomi, tekanan performa, dan work-life imbalance menjadi penyebab utama. Ini diperkuat oleh temuan American Psychological Association (APA), yang menyebutkan bahwa Gen-Z adalah generasi paling rentan mengalami stres akibat pekerjaan dan masa depan finansial.
Meme-meme soal lamaran kerja menjadi bentuk pelampiasan dan coping mechanism dari tekanan tersebut. Alih-alih menunjukkan kemalasan, meme ini bisa dibaca sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap sistem kerja yang terasa menakutkan, membingungkan, dan tidak manusiawi.
Apa Kata Psikologi Industri & Organisasi?
Dalam bidang Psikologi Industri & Organisasi, sikap terhadap pekerjaan sangat dipengaruhi oleh persepsi terhadap lingkungan kerja dan nilai personal. Gen-Z cenderung mencari pekerjaan yang memberikan makna, fleksibilitas, serta keseimbangan emosional, alih-alih hanya gaji dan status. Maka tak heran, jika formulir lamaran kerja bergaya korporat yang terlalu kaku dan impersonal terasa mengintimidasi bagi mereka.
Menurut Robbins & Judge (2021), motivasi kerja yang sehat pada karyawan muda akan tumbuh jika perusahaan mampu menumbuhkan rasa otonomi, pengakuan, dan pertumbuhan pribadi.
Kandidat Idaman HRD vs Realita Gen-Z
Sebagian HRD masih berpegang pada paradigma lama tentang "kandidat ideal"seperti disiplin tinggi, tahan tekanan, bisa multitasking, dan loyal. Namun, Gen-Z justru menuntut transparansi, inklusivitas, dan kesehatan mental. Di sinilah gap ekspektasi muncul.
Kalimat "Kandidat Idaman HRD" sudah saatnya didefiniskan ulang. HRD perlu mulai mempertimbangkan aspek kesejahteraan psikologis dan kebermaknaan kerja sebagai kriteria penilaian. Gen-Z bukan takut kerja, tapi takut kehilangan dirinya sendiri di dunia kerja yang toxic.
Cara Membuat CV yang Relevan untuk Gen-Z
Meskipun banyak yang membuat lelucon dari CV melalui meme, kenyataannya banyak Gen-Z yang kesulitan memahami cara membuat CV yang tepat, relevan, dan mampu menarik perhatian HRD. Tantangan ini bukan hanya soal estetika, tetapi bagaimana mereka bisa menampilkan jati diri di atas kertas.Â
Berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen-Z cenderung ingin menunjukkan nilai-nilai personal mereka dalam CV, bukan hanya daftar pengalaman kerja. Karena itu, mereka mulai memanfaatkan berbagai platform seperti Canva, LinkedIn, atau resume builder yang memungkinkan mereka menyusun CV yang lebih personal, visual, dan mudah dipahami.
Dalam membuat CV yang efektif, Gen-Z disarankan untuk menekankan pengalaman organisasi dan keterlibatan dalam proyek sosial, karena ini menunjukkan kemampuan kolaborasi dan kepedulian terhadap isu sosial.
Selain itu, penting pula menampilkan misi dan nilai hidup pribadi secara ringkas, misalnya melalui bagian personal statement di awal CV. Di era digital ini, kemampuan teknis seperti penggunaan software, media sosial, hingga analisis data juga menjadi nilai tambah yang sangat relevan.Â
Tak kalah penting juga adalah menonjolkan soft skills seperti empati, komunikasi, dan kerja sama tim, yang kini makin dicari oleh perusahaan yang mengutamakan kesehatan mental dan budaya kerja inklusif.
Meme lamaran kerja ala Gen-Z bukan semata candaan kosong. Ia menyuarakan keresahan kolektif tentang dunia kerja yang dianggap tidak ramah bagi kesehatan mental dan keseimbangan hidup.Â
Alih-alih menertawakan, sudah saatnya HRD dan perusahaan membuka dialog yang setara dengan generasi muda. Gen-Z tidak takut bekerja tapi mereka hanya ingin kerja yang worth it.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI