Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kebuyaran

24 Januari 2021   19:12 Diperbarui: 24 Januari 2021   19:17 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Pixabay/IgorShubin

Tatkala saat kucabut rumput liar, tatkala kutebas ilalang yang menghadang pandang, tak ada lain hal menyisakan ketidakjelasan. Langkah gontai, tertatih meringkih sedih, kehilangan pegangan seimbangkan badan juga pikiran, lepas tumpuan, jauh harap akan keajegan, jauh yakin dari kemampuan pertahankan arah penghidupan.

Perkakas hadapi buram dan gelap kehidupan tak kuasa bertumpu di tangan. Terlalu lemah imbangi kekuatan, terlalu lamban iringi ketangkasan. Berderet-deret angan beterbangan, selalu terpikirkan, kian lama kian menjadi keharusan pemikiran. Sebuah tanda tanya meledak dalam benak, mengapa dan bagaimana hari kemudian?

Kedua tangan terpaku kaku pada dagu yang lemah lesu. Setiap saat terbayang cita untuk merubah nasib juga kemampuan. Kala sebuah celah cerah untuk berubah dan pindah, kurang sekejap mata berputar, berpindah, meninggalkan nilai fitrah, mendekat, melekat arah pola yang salah. Lingkaran jalan hidup seolah hanya terjadi pada lingkaran kejerian serta rasa pahit.

Bagaimana cara merubah asa menjadi nyata entah akankah merambah diri yang penuh peluh keruh. Tumbukkan dan peraduan silih berganti menerpa, membuat akal raga makin kuyup tidak berdaya. Rangkak seraya rengek seolah tak berguna, tak bedaya upaya. Perjalanan krusial enggan pergi meninggalkan keletihan tak berkesudahan, enggan menjauh menanggalkan kepedihan serta berbagai macam jenis kelaraan.

Bayang-bayang untuk hari kemudian yang ceria bergelayutan di dalam benak. Semuanya berputar, berseliweran sampai memudar menimbulkan kebuyaran. Cahaya muram bercokol tegap di depan pelupuk mata. Menutup setiap sinar yang mencoba menerabas dan menyinari gelapnya hati dan pikiran dari keterbukaan dan kejelasan akan arti dan makna kehidupan yang sejati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun