Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keindahan Setulus Anggrek

29 April 2020   18:40 Diperbarui: 29 April 2020   18:44 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Pezibear

"Anggrek di hutan lebat terus mengirimkan keharumannya, bahkan jika tidak ada orang yang menghargainya" -- Confusius

Setiap keindahan yang bisa dinikmati oleh indra tercipta dan menjadi bagian yang sangat patut disyukuri keberadaannya. Tanpa keindahan apalah arti memiliki segala indra sebagai kuasa ilahi. Tentu saja tuhan seperti sabdanya, telah menciptakan segenap makhluk berpasang-pasangan. Begitu pula dengan keindahan yang dilengkapi dengan keberadaan indra.

Seperti juga proses menuju nikmat keindahan, untaian kisah menuju pengadaan keindahan itu sendiri memerlukan waktu. Selayaknya anggrek, tumbuhan meneduhkan dan elok dipandang mata ini memerlukan sejumlah hari, minggu, dan bulan untuk bisa menunjukan kerupawanannya pada setiap hamba yang merindukan keindahan.

Anggrek tidak semata-mata tercipta sedemikian molek dengan instan. Semua memerlukan proses dan usaha. Sebagai tumbuhan yang tersohor karena kecantikannya, anggrek mengajarkan bahwa upaya menuju dirinya yang dewasa tidaklah mudah. Anggrek memulai usaha dengan menyerap segala hal yang dapat mempertahankan eksistensinya.

Di pagi buta, anggrek menahan dinginnya udara sambil terus bertasbih kepada tuhan yang maha kuasa agar tetap ia diberikan kehidupan yang bersahaja. 

Tak henti-henti ia memuja sang pencipta karena telah berkenan mengadakan dirinya. Sekali ini, pada masa awal tumbuhnya, di dalam gelap dan timbunan tanah, lagi-lagi ia meminta agar segenap tanah dan apa yang terkandung di dalamnya mampu menjadi nutrisi penguat pertumbuhannya.

Pada tahap berikutnya, anggrek mulai menemukan jati dirinya mulai terbentuk, raganya mulai terlihat, meskipun belum sempurna. Kali ini ia mengoptimalkan energinya untuk menyerap unsur hara dan air. 

Ia yakin itu bisa membuat dirinya makin berkembang. Berminggu-minggu anggrek menanti sambil terus berdoa dan berusaha, perjuangannya membuahkan hasil.

Akar-akar mulai menancap kokoh di sela-sela tanah, batangnya yang belum berbunga mulai menyembul sekian mili di atas permukaan tanah. Saat itulah ia pertama kali merasakan hangatnya sinar mentari. Begitu menyegarkan. Anggrek kembali berusaha dan berupaya. Ia rasai sinar yang menjalari tubuhnya membuat dirinya makin bugar dan kuat. Tak dengan lama ia membuka diri dengan memanfaatkan energi baru ini.

Berminggu kemudian, beberapa tangkai mulai bertumbuh dari batangnya yang kecil, ia menyerupai tangan, kaki, dan jari, membuat kesempurnaan dirinya sebagai makhluk kian terwujud. 

Hembusan angin, terpaan debu, dan betapa mengusiknya makhluk di luar dirinya, tak menjadi penghambat anggrek untuk selamat dan membuktikan pada dunia keindahannya.

Hingga pada suatu waktu, pada ujung tangkainya mulai muncul sebuah bentuk yang tak biasa, wujudnya tidak memanjang seperti batang dan tangkai, kadang bulat, kadang menyerupai persegi, dan ada juga segitiga. Di atasnya pula mulai berkembang sesuatu yang lembut, berwarna, dan mengeluarkan harum yang menyerbak. Itulah kemunculan kelopak bunganya.

Kali ini anggrek merasa sesuatu yang sangat spesial telah hadir dalam perjalanan hidupnya. Ya, sebuah bunga menyempurnakannya, membuatnya nampak elok dipandang, nikmat dirasai. Sebuah keindahan yang terlahir dari sebuah perjuangan, namun tentu saja bukan untuk meriakan diri, bukan untuk menyombongkan diri, tidak sama sekali.

Anggrek yakini keindahan yang ia upayakan, ia jaga, ia miliki hanya sekedar memaksimalkan anugerah tuhan yang telah menciptakannya. Sehingga tidak ada yang hendak ia buktikan kepada siapapun, tidak ada yang hendak ia klaim kepada siapapun. Keindahannya ada untuk mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya.

Anggrek tidak keberatan jika sama sekali yang memuji dirinya. Itu bukan tujuannya hidup. Anggrek hanya berusaha seperti apa yang menjadi karunianya, bahwa ia terlahir untuk membahagiakan siapa yang melihatnya, tanpa berharap di puja puji. Segala puji tetap untuk sang pencipta. Ia hanya kepanjangan tangannya. Mencoba terus memberikan kesenangan bagi setiap makhluk, dan memberikan kenyamana tanpa pamrih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun