Hingga pada suatu waktu, pada ujung tangkainya mulai muncul sebuah bentuk yang tak biasa, wujudnya tidak memanjang seperti batang dan tangkai, kadang bulat, kadang menyerupai persegi, dan ada juga segitiga. Di atasnya pula mulai berkembang sesuatu yang lembut, berwarna, dan mengeluarkan harum yang menyerbak. Itulah kemunculan kelopak bunganya.
Kali ini anggrek merasa sesuatu yang sangat spesial telah hadir dalam perjalanan hidupnya. Ya, sebuah bunga menyempurnakannya, membuatnya nampak elok dipandang, nikmat dirasai. Sebuah keindahan yang terlahir dari sebuah perjuangan, namun tentu saja bukan untuk meriakan diri, bukan untuk menyombongkan diri, tidak sama sekali.
Anggrek yakini keindahan yang ia upayakan, ia jaga, ia miliki hanya sekedar memaksimalkan anugerah tuhan yang telah menciptakannya. Sehingga tidak ada yang hendak ia buktikan kepada siapapun, tidak ada yang hendak ia klaim kepada siapapun. Keindahannya ada untuk mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakan kepadanya.
Anggrek tidak keberatan jika sama sekali yang memuji dirinya. Itu bukan tujuannya hidup. Anggrek hanya berusaha seperti apa yang menjadi karunianya, bahwa ia terlahir untuk membahagiakan siapa yang melihatnya, tanpa berharap di puja puji. Segala puji tetap untuk sang pencipta. Ia hanya kepanjangan tangannya. Mencoba terus memberikan kesenangan bagi setiap makhluk, dan memberikan kenyamana tanpa pamrih.