Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tulisan Ini Ingin Dibaca

12 Januari 2020   19:40 Diperbarui: 12 Januari 2020   19:37 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/nile

Ya, tulisan ini memang ingin dibaca saudara-saudara. Tapi tolong jangan cepat menyimpulkan. Tentu ini bukan semata-mata saya mengemis agar tulisan saya ini dibaca, meskipun keinginan itu sedikit terbersit pula. Namun percayalah, tulisan ini ingin dibaca karena ia meraung, merintih, dan saya pun iba kepadanya jika tak ada yang sama sekali membacanya.

Bukan apa-apa, saya beberapa kali digugat oleh banyak sekali tulisan. Pernah lihat episode ketika tuan Krab diminta uang untuk membelanjakan mereka? Tepat seperti itulah posisi yang pernah dan masih saya alami. Kerap kali entah itu buku, artikel atau sekedar coretan di kertas berteriak hingga membangunkan diri dari nyamannya tidur.

Mereka meminta saya untuk membacanya. Mereka sering sekali marah ketika saya tak lagi sering bergaul dengannya. Bahkan mereka kerap saya dengar menggunjingkan saya secara jelas karena saya sudah lama tidak bersama mereka. Tentu bukan saya tidak mau, ini karena banyak faktor yang membuat kedekatan bersama mereka mulai terjeda.

Pertama tentu karena malas. Seringkali faktor ini membuat saya menjadi enggan untuk membaca, alasan lanjutannya banyak sekali. Mulai dari bosan atau tidak mood, atau sekedar tidak ingin karena tidak tau alasannya apa, hanya tidak ingin saja.

Kemudian masalah waktu. Banyak waktu yang secara berbarengan menuntut saya agar membersamai mereka, misalnya tugas, main, dan tidur. Ya, mereka silih berganti menarik diri saya untuk tetap bersama mereka. Saya bukan Naruto yang bisa mengeluarkan jurus kagebunshin.

Tulisan itu tidak berhenti memanggil saya. Meskipun ia tahu bahwa saya banyak aktifitas sehingga harus meninggalkan, mereka tetap bersikeras melolong agar dibaca. Saya lama kelamaan terganggu sebetulnya oleh kejadian ini. Pasalnya mereka seolah menjadi begitu tergantung kepada saya. Sejenak saya berpikir, kenapa mereka bisa menjadi semanja ini?

Pada satu kesempatan, jelas karena kesal, saya coba tanyakan kenapa alasannya sikap mereka berubah seperti ini. Mereka menjawab dengan parau, bisa saya pastikan ia menatap dengan nanar dan dengan tubuh yang lesu "Kami sudah tidak lagi digandrungi" Katanya "Kami mengemis seperti ini, kami mengorbankan harga diri kami agar tidak punah!".

Mendengar hal itu sedikitnya membuat saya terenyuh. Mereka tampaknya sedang berada pada fase krisis kepercayaan. Orang-orang mulai meninggalkannya. Termasuk saya. Satu hal yang saya katakan kepada mereka di kemudian hari "Jika engkau pun mengemis, maka saya akan bantu!". Jangan punah, bertahanlah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun