Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aku yang Enggan Memanggil "Kamu"

2 Desember 2019   20:09 Diperbarui: 2 Desember 2019   20:07 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/MabelAmber

Sangat sering, meski tidak selalu, dalam bersosialiasasi terutama ketika melakukan percakapan akan ada kata yang saya rasa cukup sulit atau setidaknya enggan diucapkan. Terdengar aneh dan tak biasa memang, lagipula kata ini sebenarnya tidak mengandung makna negatif. Namun, entah karena tidak biasa atau hanya tidak srek, saya kerap menghindari kata itu.

Ya, yang saya maksud diatas adalah kata "kamu". Ada-ada saja bukan? Tetapi untuk urusan percakapan, apalagi dengan lawan jenis, sangat jarang saya menggunakan kata "kamu" sebagai kata ganti. Seringnya saya memanggil dengan nama saja. Tak ada alasan ilmiah dalam kasus ini, sehingga ini merupakan subjektivitas saya saja.

Lalu mengapa harus begitu? Pertama, tak ada alasan yang jelas untuk ini. Perasaan hanya mengatakan bahwa pada hubungan pertemanan, terutama dengan lawan jenis, sangat tidak etis juga estetis jika memanggil dengan kata "kamu". Setidaknya dengan menyebut nama, sekaligus juga menghargai dirinya, dengan sedikit mengagungkan anugerah dirinya sendiri, yaitu nama.

Kedua, kata "kamu" bagi saya terlalu kaku, seolah ia menjadi sekat dari hubungan pertemanan. Kesan kaku ini di dapat dari pemaknaan bahwa kata "kamu" memiliki cakupan luas, sehingga kata ini jamak dipakai orang, sedangkan dengan menyebut nama, secara jelas menunjukan bahwa kita memang kenal atau sedikitnya dekat dengan lawan bicara.

Ketiga, kata kamu, meskipun dalam sinetron atau lakon lainnya dipandang romantis, tetapi bagi saya tidak serta merta demikian. Kata "kamu" tidak semata-mata romantis, ia terikat pada kalimat yang menyertainya. Ya, memang pada dasarnya romantis itu bukan hanya tertumpu pada satu kata, namun saya rasa kata "kamu" bukanlah padanan atau diksi yang pas pada kalimat yang bernuansa roman, dengan sendirinya berarti kata "kamu" itu kurang romantis.

Kata "kamu" karena terlalu kaku, sering ketika mendengarnya, cukup membuat saya terdiam saja. Tentu bukan karena saya tidak suka, hanya saja dalam hubungan pertemanan, lagi-lagi teutama dengan lawan jenis, kata kamu seolah memberi jarak, ia seperti membuat sedikit celah sehingga sosialisasi kurang begitu cair. Jelas ini hanya perspektif saya.

Lebih-lebih saya kurang begitu srek jika percakapan dengan kata ganti "kamu" dilakukan oleh sepasang suami istri. Bahkan ini menurut saya sangat kaku. Akan cair dan romantis jika kata "kamu" dalam konteks ini diganti dengan yang lain, semisal ayah, aa, akang, papah, bapa, ibu, teteh, umi, dan lainnya. Meskipun bagi sebagian orang ini lebay, tetapi unsur dari keluwesan dan keromantisan saya kira lebih Nampak.

Tidak perlu diperdebatkan, ini hanya sebatas subjektivitas saya saja. Sebenarnya mau menggunakan kata "kamu" pun tidak ada masalah di dalamnya. Ini hanya persoalan selera dan gaya bicara, tetapi tetap bagi saya, lagi dan lagi, terutama percakapan dengan lawan jenis, enggan sekali memanggilnya dengan kata "kamu". 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun