Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tersandera oleh Kepekatan

17 September 2019   08:12 Diperbarui: 17 September 2019   08:27 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari belakangan ini berbagai media sedang diramaikan dengan berita mengenai permasalahan lingkungan, khusunya perihal kabut asap. Ya, bagaimana tidak permasalahan ini menggunung, sudah sejak seminggu ke belakang tingkat polusi udara di beberapa kawasan pulau sumatera dan kallimantan mencapai level bahaya.

Tentu hal ini bukan merugikan daerah yang bersangkutan saja. Soal asap, ia akan merambah juga ke daerah lain jika terhembuskan angin. Bahkan negara tetangga pun sampai komplain karena dampak kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Indonesia sampai ke wilayah mereka. Tentu hal tersebut wajar, dan memang itu perlu mereka lakukan, semata-mata guna melindungi warganya dari bahaya polusi asap.

Lalu mengapa hal ini sampai bisa terjadi sedemikian parah? Yang jelas kasus kebakaran lahan dan hutan ini bukan terjadi secara natural alias faktor alam. Beberapa pihak menuding bahwa bencana ini hampir 99 persen disebabkan faktor tangan manusia. Kondisi tersebut wajar saja, karena memang kondisi masyarakat sendiri belum begitu paham akan pentingnya menjaga lingkungan.

Benar jika faktor manusia yang menjadi alasan utama kasus ini bisa sampai menjadi sorotan dunia. Oknum tidak bertanggung jawab baik itu dari kalangan sipil maupun perusahaan seolah tidak mempedulikan dampak lingkungan yang akan dihasilkannya. Padahal kita tahu saat ini, pemanasan global menjadi isu lingkungan yang mencemaskan seantero dunia. Kemudian kebakaran lahan ini datang, dan menambah parah kualitas lingkungan yang ada.

Berita di televisi yang setiap hari beredar sekurang-kurangnya membuat kita miris dibuatnya. Betapa nestapa penderitaan yang harus diterima warga yang terdampak. Banyak balita mengantri bersama ibunya di lorong-lorong rumah sakit karena asap pekat mengganti jatah oksigennya. Anak-anak terpaksa berhenti sekolah karena asap pekat menganggu upaya pencarian ilmunya. Orang dewasa sukar berangkat kerja karena asap pekat menghambat upaya pencarian rezekinya.

Saya yang kebetulan tinggal jauh dari lokasi kebakaran lahan dan hutan sedikitnya sangat iba pada penderitaan mereka. Ada yang sengaja pindah rumah karena tak kuasa menahan udara kotor di sekitar rumahnya. Ada yang kemana-mana menggunakan masker, karena asap pekat merenggut kebershihan udaranya. Cukup memilukan.

Lalu bagaimana dengan si pembakar lahan yang juga menyulut rupa-rupa masalah lainnya muncul? Oh tentu mereka berlenggak-lenggok tanpa merasa bersalah, dan dengan nikmat menghirup udara segar dari kejahatan yang telah mereka lakukan. Pertanyaannya, sampai kapan ini akan terus dibiarkan terjadi? Sampai hutan di negeri ini hangus? Sampai seluruh rakyat di negeri ini terpapar ISPA?

Sudah selayaknya masalah ini menjadi perhatian bersama, baik itu masayarakat dan pemerintah. Terutama peran besar ada di tangan pemerintah yang harus menindak tegas para pembuat kerusakan itu seraya memberi penyadaran kepada masyarakat tentang arti menjaga lingkungan. Tidak cukup lewat janji penuntasan belaka, tapi perlu lewat aksi nyata. Bongkar juga oknum pemerintah yang terlibat dengan aksi pembakaran lahan ini, yaitu mereka yang disuap perusahaan untuk melenggangkan aksi pembakaran lahan ini. Tuntaskan, secara berkeadilan, secara penuh!  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun