Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Hadapan Patah Hati Kita Semua Bukan Apa-apa

26 Juni 2019   07:16 Diperbarui: 26 Juni 2019   07:28 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/SeaReeds

Patah hati adalah salah satu permasalahan utama umat manusia. Setiap makhluk yang berjiwa hakikatnya akan merasakan patah hati. Percaya atau tidak, patah hati selalu siap menyapa siapa saja. Ia tidak mengenal jabatan dan pangkat, tampan atau jelek, tua muda semua akan segera dihinggapi patah hati jika waktunya sudah tiba.

Saking mengerikannya patah hati, banyak orang yang tak sanggup menerimanya menjadi kalang kabut dan patah arang. Bahkan sampai-sampai ada pula yang mengakhiri hidup sebab didera keputusasaan yang mendalam. Banyak korban sudah jatuh akibat patah hati. Ini bukan sekedar mitos atau kabar burung belaka, namun ini adalah nyata dan ia kini sedang mengintai kita. Waspadalah waspadalah!

Kepopuleran patah hati oleh sebagian orang bahkan diabadikan dan dimonumenkan. Patah hati diolah menjadi film, novel dan musik. Lebih dari sekedar hiburan, patah hati rupanya telah memberikan secuil nafkah bagi mereka yang mau memanfaatkannya. Sebagai salah satu musuh terbesar umat manusia segala abad, patah hati jelas merupakan suatu momen yang kehadirannya paling tidak diinginkan.

Atas dasar itulah banyak orang kini ramai-ramai berusaha menghindari patah hati. Adapun mereka yang sudah kepalang disambanginya harus memutar otak untuk memperbaiki pecahan hatinya yang telah rusak itu. Beberapa usaha yang mereka lakukan diantaranya adalah mengalihkan fokusnya kepada berbagai macam sarana rekreasi, terutama pada era digital seperti sekarang, gim menjadi primadona utama untuk melupakan patah hati, sejenak.

Seperti filosofinya, sifat dasar dari patah hati adalah egaliter. Maka lagi perlu ditekankan bahwa patah hati itu berhak dirasakan oleh semua orang tanpa terkecuali. Tidak ada aturan kastanisasi dalam patah hati, dan tidak ada kata patah hati mereka yang miskin akan selalu lebih parah dari mereka yang kaya. Patah hati juga memiliki nilai adil, dan dengan begitu ia akan secara proporsional menempatkan takaran rasa patah hatinya itu secara benar.

Di hadapan patah hati kita semua bukan apa-apa. Ia ibarat tuhan yang dihadapanya kita adalah hamba. Hanya sedikit pilihan yang bisa kita lakukan ketika berhadapan dengan patah hati. Tentu bukan melawannya, itu tidak mungkin dan tidak sebanding, ada semacam takdir ilahi bahwa manusia lemah dihadapan patah hati.

Hal yang bisa dilakukan, dan lazimnya banyak dilakukan adalah tawakal dan ikhlas. Dua hal tersebut adalah cara paling moderat untuk diambil, selain karena resikonya lebih ringan, dampak jangka panjangnya pun terbilang lebih baik. Sementara mereka yang melampiaskannya ke arah yang buruk seperti mabuk maka niscaya penyesalanlah yang akan menjadi ujung perjalanannya.

Menguatkan diri ketika patah hati kian membuktikan bahwa sejatinya manusia memang tidak ada apa-apanya di hadapannya. Ia begitu sakti sehingga manusia sampai perlu mencari penguatan untuk menghadapinya. Dari sini semestinya kita sepakat bahwa salah satu hal paling bisa membuat manusia lemah adalah patah hati. Namun seperti halnya dua sisi kehidupan manusia yang terdiri atas baik dan buruk, patah hati pun kita perlu akui sebagai salah satu hal paling adil yang ada di muka bumi.

Maksud dari patah hati disini tentu bukan sedangkal ditinggal kekasih. Patah hati lebih jauh merupakan situasi manakala keinginan tak sesuai kenyataan, dan kenyataan ternyata lebih pedih dari perkiraan, dan perkiraan itu pada akhirnya juga meleset menjadi jauh lebih memilukan. Sesuai dengan kata patah hati itu sendiri yang sudah kita tahu bahwa patah berarti rusak dan sakit, apalagi yang dipatahkannya itu salah satu bagian paling vital dari manusia, dan yang jelas patahannya itu tidak sekedar merusak fisik, namun ia bisa sampai mengoyak rasa dan juga jiwa.

Patah hati nyatanya begitu mengerikan setelah ditinjau lebih dalam dan disesuaikan dengan fakta di lapangan. Salah satu dosen saya pernah berkata "hati hanya bisa disentuh oleh hati" maka dalam konteks patah hati kelanjutannya adalah begini "Patah hati hanya bisa diperbaiki lagi oleh hati" ya, hati hanya bisa dibalas hati, tidak dengan materi. Itu tidak sebanding.

Disini pula program reparasi hati menjadi laku keras di masyarakat. Mereka banyak menawarkan ketenagan dan ketentraman. Mengajak para barisan patah hati untuk mengikhlaskan diri dan menjauhkannya dari tindakan yang berlebihan. Itu penting dan memang sudah sepatutnya ada. Demi para barisan patah hati, demi stabilitas peradaban.       

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun