Pada tanggal 9/10/2025, universitas Aisyiyah Yogyakarta mengadakan literasi tentang dakwah digital.
   JEJAK DAKWAH MUHAMMADIYAH DARI MASJID                  KE MEDIA DIGITALÂ
Pendahuluan
Muhammadiyah, sejak awal kelahirannya (1912) di Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan, memiliki tradisi dakwah yang sangat kuat melalui lembaga-masjid, pengajian, sekolah, dan majelis taklim. Masjid berfungsi sebagai pusat ibadah sekaligus pusat pendidikan, pengkaderan, dan aktivitas sosial keagamaan.
Seiring perubahan zaman dan teknologi, Muhammadiyah mulai memperluas ruang dakwahnya tidak hanya secara fisik (masjid, sekolah) tetapi juga via media cetak, media penyiaran, dan kini media digital. Proses ini tidak lepas dari kebutuhan menyesuaikan dengan perkembangan komunikasi, perubahan demografi (terutama generasi milenial / Gen Z), serta tantangan zaman seperti pandemik Covid-19 dan penyebaran informasi di dunia maya.
Sejarah Singkat Transformasi Media Dakwah Muhammadiyah
1. Era Masjid dan Pengajian Tradisional
Di masa awal berdiri, dakwah Muhammadiyah difokuskan melalui masjid, pengajian di kampung, majelis taklim, dan melalui usaha pendidikan formal (TK, SD, SMP, SMA). Masjid sebagai pusat syiar keagamaan secara lokal sangat dominan.
2. Media Cetak dan Surat Kabar / Buletin
Untuk memperluas jangkauan gagasan, Muhammadiyah mengembangkan media cetak seperti majalah Suara Muhammadiyah, buletin-buletin dakwah, sekolah, dan publikasi karya ilmiah. Ini memungkinkan penyebaran nilai Islam berkemajuan ke masyarakat yang luas.Â
3. Media Elektronik (Radio dan Televisi)