Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Menikmati Pengalaman Baru di Night at Ragunan Zoo

13 Oktober 2025   23:08 Diperbarui: 15 Oktober 2025   21:34 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di "Night at The Ragunan Zoo", Jakarta Selatan, Sabtu (11/10/2025). (Foto: KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY)

Sabtu, 11 Oktober 2025 pukul 18.00 saya dan ratusan pengunjung lainnya sudah mengantre di gerbang utama Taman Margasatwa Ragunan di Jl. Harsono RM, Jakarta Selatan.

Program baru bertajuk Night at Ragunan Zoo itu menawarkan pengalaman baru wisata malam mulai pukul 18.00 hingga pukul 22.00 setiap Sabtu.

Dengan harga tiket yang terjangkau--Rp4.000 untuk dewasa dan Rp3.000 untuk anak-anak--seolah memberi tahu kita bahwa pengalaman malam bukan kemewahan, melainkan hak bagi setiap warga.

Ya, malam itu saya tiba di Ragunan dengan perasaan seperti tokoh fabel yang kembali ke hutan lama: ragu, ingin tahu, dan setengah percaya bahwa satwa-satwa itu juga sedang memperhatikan.

Inisiatif wisata malam ini datang dari gagasan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, yang ingin merawat Ragunan sebagai ruang publik yang hidup di siang dan malam. Peluncuran awal pada 11 Oktober tercatat sebagai uji coba yang mendapat antusiasme besar dari warga. 

Kompas.com (11/10/22025) bahkan mencatat jumlah pengunjung mencapai 3.713 orang yang sengaja datang untuk melihat sisi lain kebun binatang yang selama ini kita kenal sebagai ruang siang.

Malam itu setidaknya halaman parkir Ragunan mencatat ada 318 unit mobil, 651 unit, dan 39 unit sepeda. Sebuah capaian yang cukup menggembirakkan bagi kebun binatang yang sudah berdiri sejak 22 Juni 1966. Diresmikkan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.

Dalam praktiknya penyelenggara wisata malam Ragunan mengkombinasikan opsi keliling dengan buggy car bertarif Rp250.000 per jam untuk lima orang dan jadwal feeding show untuk satwa nokturnal, memberi unsur edukasi sekaligus rekreasi.

Mampir di salah satu kafe ssebelum melanjutkan perjalanan.(Foto: Dok. Pribadi)
Mampir di salah satu kafe ssebelum melanjutkan perjalanan.(Foto: Dok. Pribadi)

Pengalaman Pribadi

Masuk melalui gerbang utama, nuansa malam Ragunan langsung terasa: lampu jalan yang sengaja tidak berlebihan, alunan pengumuman tentang feeding time, dan alur pengunjung yang kadang berdesak namun terkendali.

Saya memilih rute pejalan kaki--mencari momen-momen tenang untuk memperhatikan perilaku hewan malam seperti trenggiling dan musang bulan--dan beberapa kali berpapasan dengan rombongan keluarga yang sibuk mengabadikan momen.

Ada ketegangan antara suasana romantis kota dan kebisingan manusia; ragam emosi itu mengingatkan saya bahwa wisata malam adalah pertaruhan antara menawarkan pengalaman baru dan menjaga kesejahteraan satwa.

Catatan teknis: pengelolaan pencahayaan, titik feeding, dan jalur buggy perlu kehati-hatian agar tidak mengganggu siklus alami satwa.

Secara positif, wisata malam membuka kesempatan edukasi--anak-anak melihat satwa nokturnal aktif, pengunjung dewasa mendapat opsi rekreasi alternatif dan olah raga selain wilayah Gelora Bung Karno (GBK) yang sudah populer.

Namun di lapangan tampak pula masalah: penerangan yang belum merata membuat beberapa area terasa kurang aman atau informatif; serta kebutuhan untuk penataan parkir dan alur masuk agar pengalaman tidak berubah menjadi antre panjang.

Laporan awal yang muncul di media sosial dan portal berita juga menyinggung perlunya komunikasi publik yang lebih baik dari pengelola ketika menghadapi lonjakan pengunjung.

Belajar dari Night Safari dan Zoo Nights

Ketika menilai inisiatif Ragunan, membantu untuk membandingkannya dengan praktik serupa di luar negeri yang telah lebih dulu menggelar program malam.

Singapore Night Safari, misalnya, merupakan kebun binatang nokturnal pertama di dunia berdiri sejak 1994 adalah contoh fasilitas yang dirancang khusus untuk operasi malam.

Jalur yang terencana, pencahayaan yang dimodulasi untuk menjaga kenyamanan hewan, restoran yang menawarkan suasana pedesaan, dan paket wisata yang relatif mahal serta dikemas sebagai atraksi destinasi. Memiliki 900 hewan dari 100 spesies.

Operasionalnya panjang (malam hingga tengah malam), berorientasi pada pengalaman tur yang terjadwal ketat, serta didukung fasilitas dan SDM yang memadai.

Perbandingan ini mendorong pertanyaan serius bagi Ragunan: apakah tujuan kita sekadar membuka pintu sampai malam, atau membangun pengalaman malam yang berstandar kesejahteraan hewan dan keselamatan publik?

Ada pula Chiang Mai Night Safari yang mengkombinasikan jam buka panjang dan program interaksi yang relatif terstruktur.

Sementara di kota-kota Barat banyak kebun binatang, seperti program Zoo Nights di London atau Summer Saturday Nights di Taipei yang menempatkan acara malam sebagai kegiatan musiman atau berbasis acara khusus--bukan operasi regular--dengan fokus pada penggalangan dana, program dewasa, atau kegiatan edukasi bertema.

Pola-pola ini menunjukkan dua model: (1) night-as-destination (seperti Singapore/Chiang Mai) dan (2) night-as-event (seperti London/Taipei).

Ragunan saat ini tampak berada di titik peralihan di antara keduanya: uji coba yang bisa berkembang ke model mana pun, tergantung visi dan investasi kebijakan.

Iklan
Iklan "Night at Ragunan Zoo". (Foto: IG Taman Margasatwa Ragunan) 

Malam sebagai Ruang Publik dan Tanggung Jawab Kolektif

Secara pribadi, saya menilai Night at Ragunan Zoo menawarkan janji penting: membuat kota membuka waktu baru untuk berkoneksi dengan alam, memecah dominasi rutinitas siang-malam yang monoton, dan memberi alternatif rekreasi yang lebih inklusif (dengan tiket sangat terjangkau).

Namun janji itu juga melekat tanggung jawab--bukan hanya dari pengelola, melainkan dari pemerintah daerah, komunitas, dan pengunjung--untuk memastikan bahwa akses malam tidak menjadi praktik eksploitatif terhadap satwa, bukan pula sekadar karnaval temporer yang mengabaikan etika konservasi.

Landasan etika inilah yang, menurut saya, harus menjadi pusat narasi ketika program seperti ini dipertahankan dan dikembangkan.

Untuk itu, saya memberikan sedikit pandangan pribadi:

1. Standar Kesejahteraan Satwa: Kembangkan pedoman pencahayaan, kebisingan, dan jarak interaksi yang jelas--belajar dari Night Safari yang merancang pengalaman khusus untuk hewan nokturnal.

2. Keterbukaan Informasi: Perbaiki saluran komunikasi (jadwal feeding, rute, kapasitas buggy) agar pengunjung dapat merencanakan kunjungan tanpa kebingungan--mengurangi keluhan dan kepadatan di titik tertentu.

3. Mode Operasional Bertahap: Pertimbangkan model event-driven di awal (seperti Taipei/London), lalu kembangkan menjadi night-as-destination jika kapasitas dan infrastruktur memadai.

4. Tarif, Akses, dan Keadilan Sosial: Jaga tarif yang terjangkau sebagai prinsip inklusif, tetapi kaji opsi paket wisata berbayar untuk pendanaan konservasi agar tidak membebani APBD. (Ragunan sudah mematok tiket sangat murah; opsi komersial tambahan bisa mendukung keseimbangan operasional).

Penutup

Di antara lampu-lampu redup dan langkah kaki pengunjung, Night at Ragunan Zoo menampilkan narasi baru: kota yang belajar menatap hewan di bawah bulan, bukan hanya di bawah matahari.

Bagi saya, pengalaman baru itu mengandung pesan moral sederhana--kita dapat memperluas waktu dan ruang publik tanpa kehilangan tanggung jawab terhadap mereka yang tak bisa menuntut haknya secara lantang.

Jika wisata malam Ragunan tumbuh dengan keseimbangan antara pengalaman manusia dan kesejahteraan satwa, maka kisahnya bukan sekadar atraksi baru, melainkan pembelajaran kolektif tentang bagaimana kota bisa menjadi rumah yang lebih hati-hati bagi semua makhluk.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun