Kabar bahwa Presiden Prabowo terbang ke Mesir pada malam Minggu, 12 Oktober 2025, untuk menghadiri KTT Perdamaian Gaza sudah dikonfirmasi oleh beberapa media dan pernyataan resmi istana.
Undangan tersebut datang secara khusus kepada Indonesia, meskipun bersifat mendadak dari sisi waktu pelaksanaannya. Umumnya, persiapan sebuah Konferensi Tingkat Tingkat memerlukan waktu berbulan-bulan.
KTT perdamaian ini dijadwalkan di Sharm el-Sheikh pada 13 Oktober 2025 yang bertujuan untuk membahas finalisasi gencatan senjata dan rekonstruksi Gaza paska konflik.
Dalam forum tersebut, lebih dari 20 pemimpin dunia akan hadir, termasuk Presiden Mesir, Presiden AS, dan tokoh-tokoh internasional lainnya.
Langkah Indonesia untuk ikut hadir menunjukkan kesungguhan diplomasi luar negeri Jakarta dalam isu Palestina, sekaligus sebagai upaya mempertahankan relevansi di panggung global.
Makna Kehadiran Indonesia dalam KTT
Hadiah kehadiran Indonesia dalam KTT ini bukan sekadar simbol, tetapi menunjukkan bahwa Indonesia ingin dianggap sebagai aktor yang aktif dalam penyelesaian konflik internasional.
Undangan khusus menunjukkan bahwa negara penyelenggara (Mesir) dan penyusun agenda global menganggap Indonesia sebagai bagian dari solusi, bukan hanya sebagai pengamat.
Dengan demikian, diplomasi Indonesia dapat memperoleh legitimasi tambahan. Dalam konteks kekuatan lunak (soft power), Indonesia bisa menggunakan kehadirannya untuk memperkuat narasi dukungan bagi Palestina, sambil menjaga keseimbangan dengan kepentingan diplomatik global lainnya.
Selain itu, keikutsertaan Indonesia dalam KTT memberikan posisi untuk menyuarakan kepentingan rakyat Palestina secara langsung di forum diplomatik.
Indonesia dapat menekankan aspek kemanusiaan, hak asasi, dan keadilan dalam penyelesaian konflik.
Jika konsekuensi KTT menghendaki pengiriman pasukan perdamaian--sebagaimana Presiden sebelumnya telah memerintahkan TNI agar bersiap apabila hasil pertemuan mendukung--maka Indonesia akan memiliki mandat moral yang lebih kuat untuk terlibat aktif.
Tantangan dan Risiko bagi Indonesia
Namun demikian, terdapat beberapa tantangan dan risiko bagi Indonesia yang harus dipertimbangkan.
Mengirim pasukan perdamaian memerlukan mandat dari Dewan Keamanan PBB atau lembaga internasional sejenis agar legitimasi dan perlindungan hukum diplomatik terjamin.
Tanpa mandat yang jelas, partisipasi militer Indonesia dapat dipersoalkan oleh negara lain atau oleh legislator dalam negeri.
Dalam KTT, Indonesia akan menghadapi tekanan dari berbagai negara besar: Amerika Serikat sebagai mediator, Mesir sebagai tuan rumah, serta negara-negara Arab dan Barat yang punya agenda.
Menjaga agar Indonesia tidak terjebak memilih "kubus" dalam konflik (pro-Israel atau pro-Palestina secara ekstrem) akan menjadi tantangan diplomatik besar.
Selain itu, langkah pemerintah Indonesia ini dapat memicu reaksi dari berbagai elemen dalam negeri--dari kelompok Islam konservatif hingga kelompok skeptis terhadap keterlibatan militer di luar negeri.
Misalnya, jika muncul wacana mengungsikan warga Palestina ke Indonesia, isu ini pernah memicu kontroversi.
Partisipasi langsung dalam zona konflik tak luput dari risiko keamanan bagi kontingen Indonesia. Logistik, intelijen, perlindungan, hingga interoperabilitas dengan pasukan negara lain harus diperhitungkan. Jika kesiapan tidak optimal, ini bisa menjadi beban diplomasi.
Strategi yang Perlu Diteguhkan
Berdasarkan informasi perkembangan terbaru yang didapat dari beragam sumber dan pertimbangan-pertimbangan sebelumnya, maka ada beberapa strategi yang bisa dipertimbangkan:
1. Konsistensi kebijakan luar negeri
Indonesia harus mengokohkan konsistensi antara diplomasi di KTT dengan kebijakan luar negeri secara umum--termasuk sikap di PBB, dalam forum Organisasi Negara Islam, dan antarnegara di ASEAN. Inkonsistensi akan melemahkan posisi kejutan kehadiran semacam ini.
2. Menjadi jembatan dan mediator
Alih-alih berpihak secara eksplisit, Indonesia dapat memperkuat peran sebagai mediator yang dihormati oleh kedua belah pihak konflik. Hal ini akan memaksimalkan pengaruh Indonesia dalam merajut perdamaian yang berkelanjutan.
3. Transparansi dan komunikasi publik
Pemerintah harus menjaga komunikasi yang jernih dengan publik: menjelaskan tujuan, batasan, dan skenario kondisi terburuk. Penguatan narasi bahwa kehadiran ini merupakan bagian dari diplomasi pro-Palestina dan kemanusiaan bisa meredam resistensi dalam negeri.
Penutup: Peluang dan Harapan
Langkah mendadak Presiden Prabowo menghadiri KTT Gaza membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk tampil sebagai aktor perdamaian global.
Namun, keberhasilan langkah itu sangat tergantung pada kesiapan diplomasi, legitimasi hukum, dan kemampuan mengelola risiko internal maupun eksternal.
Jika Indonesia dapat tampil konsisten, kredibel, dan konstruktif, kehadirannya dalam KTT Gaza dapat memperkuat posisi negara di kancah internasional sekaligus memperkokoh komitmen moral terhadap perdamaian dan keadilan bagi Palestina.
Namun jika salah langkah, diplomasi yang ambisius ini bisa malah menjadi boomerang politik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI