Indonesia dapat menekankan aspek kemanusiaan, hak asasi, dan keadilan dalam penyelesaian konflik.
Jika konsekuensi KTT menghendaki pengiriman pasukan perdamaian--sebagaimana Presiden sebelumnya telah memerintahkan TNI agar bersiap apabila hasil pertemuan mendukung--maka Indonesia akan memiliki mandat moral yang lebih kuat untuk terlibat aktif.
Tantangan dan Risiko bagi Indonesia
Namun demikian, terdapat beberapa tantangan dan risiko bagi Indonesia yang harus dipertimbangkan.
Mengirim pasukan perdamaian memerlukan mandat dari Dewan Keamanan PBB atau lembaga internasional sejenis agar legitimasi dan perlindungan hukum diplomatik terjamin.
Tanpa mandat yang jelas, partisipasi militer Indonesia dapat dipersoalkan oleh negara lain atau oleh legislator dalam negeri.
Dalam KTT, Indonesia akan menghadapi tekanan dari berbagai negara besar: Amerika Serikat sebagai mediator, Mesir sebagai tuan rumah, serta negara-negara Arab dan Barat yang punya agenda.
Menjaga agar Indonesia tidak terjebak memilih "kubus" dalam konflik (pro-Israel atau pro-Palestina secara ekstrem) akan menjadi tantangan diplomatik besar.
Selain itu, langkah pemerintah Indonesia ini dapat memicu reaksi dari berbagai elemen dalam negeri--dari kelompok Islam konservatif hingga kelompok skeptis terhadap keterlibatan militer di luar negeri.
Misalnya, jika muncul wacana mengungsikan warga Palestina ke Indonesia, isu ini pernah memicu kontroversi.
Partisipasi langsung dalam zona konflik tak luput dari risiko keamanan bagi kontingen Indonesia. Logistik, intelijen, perlindungan, hingga interoperabilitas dengan pasukan negara lain harus diperhitungkan. Jika kesiapan tidak optimal, ini bisa menjadi beban diplomasi.