Apa yang Seharusnya Dilakukan DPD RI?
Agar tidak terus-menerus menjadi lembaga yang dipandang lemah, DPD memiliki sejumlah langkah strategis yang dapat dilakukan dalam konteks MBG:
1. Menginisiasi Forum Evaluasi Daerah
DPD dapat membentuk forum resmi di tingkat daerah untuk menghimpun laporan masyarakat, sekolah, dan pemerintah daerah terkait pelaksanaan MBG. Data ini dapat dijadikan dasar advokasi kebijakan di tingkat nasional. Sehingga aspirasi daerah benar-benar terserap dan dijadikan bahan evaluasi kebijakan.
2. Mendorong Transparansi Pemerintah Pusat
DPD seharusnya menekan kementerian/lembaga terkait, seperti Kementerian Kesehatan dan Badan POM untuk membuka data terkait kualitas gizi, standar distribusi, dan hasil investigasi kasus keracunan.
3. Membangun Rekomendasi Kebijakan Alternatif
Dengan fungsi memberikan pertimbangan atas RUU dan APBN, DPD dapat menyusun rekomendasi agar anggaran MBG lebih diarahkan pada penguatan infrastruktur pangan lokal, pengawasan mutu, serta pemberdayaan produsen makanan daerah.
4. Advokasi untuk Korban
DPD seharusnya mendorong mekanisme tanggung jawab negara terhadap korban keracunan MBG, baik dalam bentuk kompensasi maupun pemulihan kesehatan. Ini akan memperlihatkan keberpihakan konkret terhadap masyarakat.
5. Mekanisme Hearing dan Penyidikan Khusus
Pembentukan mekanisme hearing yang rutin dan transparan untuk program-program sosial strategis yang melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan. DPD juga perlu diberikan kewenangan penyidikan khusus terkait pelaksanaan program sosial yang bermasalah. Ini bukan hanya untuk MBG, program lainnya seperti Sekolah Rakyat, Koperasi Desa Merah Putih, dan lainnya juga diperlakukan sama.
Penutup
Kasus keracunan berulang MBG adalah ujian serius bagi tata kelola program pemerintah sekaligus bagi lembaga representasi politik.
DPD RI memiliki kewenangan dan fungsi yang berpotensi besar untuk menjadi pengawas yang efektif terhadap program Makan Bergizi Gratis, namun fungsi tersebut selama ini belum optimal akibat kelemahan kewenangan, mekanisme kerja, dan kapasitas kelembagaan.
DPD seharusnya tidak hanya menjadi "penonton konstitusional", tetapi juga aktor aktif yang mengartikulasikan kepentingan rakyat.
Dengan demikian, kita masih bisa menaruh harapan bahwa DPD dapat memainkan peran kritis dan solutif dalam memastikan kebijakan sosial yang berdampak luas berjalan secara aman dan efektif bagi masyarakat.
Jika tidak, keberadaan DPD hanya akan semakin dipertanyakan, baik secara politik maupun akademik.
Referensi:
Aberbach, J. D. (2002). Keeping a Watchful Eye: The Politics of Congressional Oversight. Washington, D.C.: Brookings Institution Press.
Arimbawa, I. K., Widiati, I. A. P., & Dewi, A. S. L. (2020). Implementasi fungsi pengawasan DPD RI terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Provinsi Bali. Jurnal Konstruksi Hukum, 1(2), 352-357.