Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Marhaen dan Janji Agraria yang Tertunda

24 September 2025   20:52 Diperbarui: 24 September 2025   20:52 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani (Foto: PIXABAY/SASIN TIPCHAI via Kompas.com)

Clifford Geertz menulis konsep agricultural involution untuk mendeskripsikan proses intensifikasi produksi sawah yang menghasilkan kompleksitas sosial tanpa disertai perubahan teknologi dan struktur yang substansial--istilah ini relevan saat kita melihat bagaimana intensifikasi spasial dan tenaga kerja di banyak daerah seringkali bukan jaminan naiknya kesejahteraan petani.

Geertz memberi kerangka untuk memahami bagaimana modal sosial dan kerja keluarga berulang diperas menjadi upaya mempertahankan subsistensi tanpa transformasi agraria yang pro-rakyat.

James C. Scott menambahkan dimensi moral dan politik: petani tidak semata-mata pelaku ekonomi pasif--mereka dilandasi suatu "subsistence ethic" atau moral economy yang membuat mereka berhati-hati terhadap perubahan yang berisiko menggoyahkan ketahanan pangan keluarga.

Dalam konteks Indonesia, kebijakan yang memaksakan komersialisasi cepat atau perubahan tata guna lahan tanpa jaminan kompensasi/akses alternatif kerap menghasilkan ketegangan sosial dan resistensi halus (foot-dragging, sabotase, praktik informal).

Kerangka Scott relevan untuk menjelaskan mengapa program formal sering gagal merebut hati dan praktek komunitas tani.

Harold Brookfield dan studi tentang degradasi lahan juga menegaskan bahwa masalah ekologis di desa bukan sekadar masalah teknis--melainkan problem sosial: akses, penguasaan, dan pilihan politik pembangunan mempengaruhi kerentanan lahan dan kapasitas produksi jangka panjang.

Degradasi bukan terjadi dalam kekosongan: ia terkait dengan kebijakan perkebunan, alih fungsi lahan, dan hilangnya pengelolaan lokal yang berkelanjutan.

Menyusutnya Jumlah Petani

Salah satu krisis paling nyata yang dihadapi pertanian Indonesia saat ini adalah penurunan jumlah petani secara drastis.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan tren penurunan tenaga kerja di sektor pertanian. Jumlah petani mengalami penurunan sekitar 7,42% dalam 10 tahun terakhir dari 31,7 juta menjadi 29,34 juta unit usaha pertanian.

Bahkan, data lain menyebutkan bahwa jumlah petani gurem saat ini hanya sebesar 17 juta orang dengan upah buruh tani kuurang lebih Rp1,5 juta/bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun