Memposisikan Indonesia sebagai "penjaga moral internasional" memiliki keuntungan simbolik, tapi juga risiko.
Kritikus dapat menyudutkan bahwa negara ini belum sepenuhnya menyelesaikan berbagai persoalan HAM domestik (misalnya isu Papua atau penanganan aksi demonstrasi).
Jika narasi luar negeri terlalu tinggi tanpa kredibilitas internal, pidato bisa dimaknai sebagai "lipstick diplomacy"---menutupi keretakan domestik.
4. Ketidakpastian dunia dan rivalitas kekuatan
Panggung internasional saat ini ditandai dengan konfrontasi kekuatan besar (AS-China, Rusia-Barat) dan fragmentasi diplomasi multilateral. Tekanan geopolitik dan konflik lokal akan memaksa setiap aktor menimbang antara moralitas dan real-politik.Â
Dalam kerangka seperti itu, pidato Prabowo yang penuh idealisme bisa "tender" ketika berhadapan dengan kenyataan tekanan dagang, sanksi, ataupun konflik kepentingan negara besar.
Penutup
Pidato Presiden Prabowo di Sidang Majelis Umum PBB ke-80 adalah sinyal kuat bahwa pemerintahan barunya berambisi untuk dipandang sebagai aktor global, bukan sekadar negara median yang menunggu keputusan kekuatan besar.
Di dalamnya terkandung kombinasi antara moralitas, strategi diplomasi aktif, dan narasi pembangunan domestik yang diharapkan memperkuat posisi global Indonesia.
Namun, inisiatif-inisiatif ambisius itu menghadapi ujian realitas---ketegangan antara retorika dan kapasitas, antara moralitas dan batas kekuasaan, antara kepentingan domestik dan tekanan geopolitik.
Bila langkah-langkah praktis tidak menyusul, pidato ini bisa hanya menjadi "momen gemilang" tanpa jejak stratejik jangka panjang.