Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pidato Strategis Prabowo dan Mantra 'Bebas Aktif' di Panggung PBB

24 September 2025   14:52 Diperbarui: 24 September 2025   14:52 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo menyampaikan pidatonya pada Sidang Majelis Umum ke-80 PBB di New York, AS, pada Selasa, 23 September 2025. (Foto: BPMI Setpres)

Dalam konteks diplomasi Indonesia yang historis mendorong isu-isu global (seperti perdamaian Palestina, perubahan iklim, ketahanan pangan), pidato ini ingin menunjukkan bahwa kabinet Prabowo tidak akan pasif di panggung global.

Lebih jauh, ia mengusulkan bahwa dengan PBB yang kuat, kita dapat membangun "dunia di mana kaum lemah tidak menderita karena keterpaksaan, tetapi hidup dalam keadilan yang layak mereka dapatkan".

Kalimat ini seperti seruan agar solidaritas global tidak hanya menjadi slogan, melainkan fondasi norma internasional baru.

Dukungan terhadap Solusi Dua Negara (Two-State Solution)

Salah satu momen paling berapi-api dalam pidato adalah dukungan kuat Prabowo untuk Palestina.

Ia mengecam kekerasan yang terus berlangsung di Gaza, menyampaikan keprihatinan atas ribuan korban sipil, terutama perempuan dan anak-anak.

Prabowo menegaskan Indonesia tetap konsisten mendukung solusi dua negara sebagai jalan damai untuk mengakhiri konflik panjang Israel-Palestina.

"Kita harus memiliki Palestina yang merdeka ... tetapi kita juga harus ... menjamin keselamatan dan keamanan Israel" agar perdamaian sejati dapat terwujud. Begitulah prinsip dasar Solusi dua negara.

Pernyataan ini mencoba menyeimbangkan kepedulian solidaritas dengan pragmatisme---menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan menolak keberadaan Israel, tetapi menuntut agar aspek kemanusiaan tidak diabaikan.

Namun, di balik keseimbangan retoris itu terletak tantangan praktik: sejauh mana Indonesia mampu memberi pengaruh nyata di meja negosiasi Timur Tengah yang sangat didominasi kekuatan besar?

Apakah cukup dengan retorika moral atau harus ada kapasitas diplomatik dan tekanan material yang nyata?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun