Mengapa narasi ini terlupakan? Pertama, karena ada tendensi historiografis untuk memisahkan 'intelektual' dari 'militer'. Kedua, karena ada keengganan dalam politik identitas untuk mengakui bahwa seorang jenderal pun pernah menjadi bagian dari embrio masyarakat sipil.
Ini membuka pertanyaan teoretik penting: apakah kategori seperti "aktivis", "militer", atau "intelektual" benar-benar rigid, ataukah mereka merupakan peran sosial yang cair dan historis?
Analisis Teoritik: LSM sebagai Ruang Interaksi Elite dan Akar Rumput
Fenomena Prabowo-Gie mendirikan LSM dapat dianalisis dengan pendekatan network theory (Castells, 2010) yang menekankan pentingnya jaringan sosial dalam pembentukan gerakan sosial.
LSM yang mereka dirikan menjadi ruang pertemuan antara elite (Prabowo) dan aktivis akar rumput (Gie), mempercepat transfer ide dan strategi gerakan.
Dalam konteks ini, LSM berfungsi sebagai bridging social capital (Putnam, 2000), menjembatani kelompok dengan latar belakang berbeda untuk tujuan kolektif.
Selain itu, teori resource mobilization (McCarthy & Zald, 1977) menyoroti pentingnya sumber daya (modal sosial, intelektual, dan material) dalam efektivitas gerakan sosial.
Prabowo membawa akses keluarga elite, sementara Gie membawa jejaring intelektual dan militansi moral.
Kolaborasi ini memperkuat kapasitas LSM sebagai agen perubahan, meski pada akhirnya jalan hidup mereka berbeda.
Keterlibatan Prabowo muda dalam dunia aktivisme bukan anomali, tetapi cermin dari fleksibilitas identitas individu dalam konteks sosial-politik yang berubah.
Prabowo saat itu adalah bagian dari "in-group" aktivisme mahasiswa yang digerakkan oleh semangat perubahan, dan belum sepenuhnya terserap ke dalam "in-group" militeristik atau kekuasaan negara.