Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo, Gie, dan Lahirnya LSM: Jejak Awal Civil Society Indonesia

22 Mei 2025   18:05 Diperbarui: 22 Mei 2025   23:02 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo muda menyimpan karangan bunga di atas makam Soe Hok Gie.(Foto: reactips.hol.es/historia.id)

Narasi tentang Prabowo Subianto dan Soe Hok Gie kerap dipisahkan oleh sejarah politik dan perbedaan jalan hidup. Keduanya sering muncul dalam ruang yang terpisah, atau sengaja dipisahkan.

Soe Hok Gie dikenal sebagai ikon aktivisme idealis era 1960-an, sementara Prabowo sering diasosiasikan dengan militerisme dan kontestasi kekuasaan era pasca-Orde Baru.

Namun, dalam catatan harian Soe Hok Gie yang dibukukan sebagai Catatan Seorang Demonstran, terungkap fakta menarik: Prabowo dan Gie pernah bersama-sama mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di usia sangat muda.

Kisah ini bukan sekadar trivia sejarah, melainkan titik temu penting antara elite keluarga, aktivisme mahasiswa, dan embrio civil society Indonesia.

Artikel ini mengulas peristiwa tersebut dengan pendekatan teoritik kontemporer, menyoroti makna dan implikasinya dalam konteks perkembangan masyarakat sipil Indonesia.

LSM: Antara Gerakan Moral dan Transformasi Sosial

LSM di Indonesia lahir dari kebutuhan masyarakat untuk mengisi kekosongan peran negara dalam memperjuangkan kepentingan publik, terutama kelompok marginal.

Secara teoretis, LSM berakar pada konsep civil society yang dikembangkan oleh Cohen & Arato (1992), di mana masyarakat sipil menjadi arena otonom untuk mengartikulasikan kepentingan, nilai, dan identitas di luar kontrol negara maupun pasar.

LSM, menurut Gaffar (2006) dan Fakih (2008), berperan sebagai moral force, agen perubahan sosial, dan advokat kepentingan rakyat.

Di masa pasca-kemerdekaan, khususnya akhir 1960-an, lahirnya LSM merupakan respons terhadap stagnasi negara dan kebutuhan akan wadah ekspresi di luar struktur formal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun