Pada 19 Maret 2025, kantor Tempo di Jakarta menerima paket berisi kepala babi, yang ditujukan kepada wartawan Francisca Christy Rosana atau lebih dikenal dengan nama Cica.
Kejadian ini dianggap sebagai tindakan teror yang bertujuan untuk mengintimidasi jurnalis dan menghalangi kebebasan pers di Indonesia.
Pimpinan Redaksi Tempo, Setri Yasra, menegaskan bahwa tindakan ini merupakan upaya untuk mengganggu kerja jurnalistik, yang dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Artikel ini mencoba untuk mengulas dampak teror kepala babi terhadap perilaku self-censorship jurnalis dan kebebasan pers Indonesia di masa depan.
Dampak Teror terhadap Jurnalis dan Kebebasan Pers
Peristiwa ini tidak hanya berdampak pada individu yang menjadi sasaran, tetapi juga menciptakan atmosfer ketakutan di kalangan jurnalis.
Ketika jurnalis merasa terancam, mereka cenderung melakukan self-censorship, yang pada gilirannya dapat mengurangi keberagaman informasi yang tersedia untuk publik.
Hal ini berpotensi merusak demokrasi, karena masyarakat tidak mendapatkan akses informasi yang akurat dan kritis.
Peristiwa teror ini sebenarnya bukan kasus khas Indonesia. Kejadian serupa di luar negeri juga menunjukkan pola ancaman terhadap kebebasan pers.
Misalnya, serangan terhadap jurnalis di wilayah konflik seperti di Gaza, di mana lebih dari 110 jurnalis telah dibunuh sejak awal konflik terbaru.