Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Traveler Madyanger Fiksianer #MuseumLover

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger #MuseumLover email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bocah Titisan Cahaya

4 April 2014   23:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:04 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13966031681781904758

***


rinai hujan membelai bunga lotus di peraduan
geliat kelopaknya lembut mengusir kotor jelaga
air menghidupi akar akar kokoh dalam sulur terentang
mencari nafas nutrisi menghidupi sekeliling
setia dalam suci tubuh diantara kubangan lumpur tua
sinarnya tak lekang oleh terik panas dan hujan senja

**
deru kehidupan tak manis menyapa
padamu bocah perempuan di sudut kota
mengais hidup dalam lembaran kasih tiada tara
pada ayah yang dicinta
pada hati yang bersemangat baja
pada kasih sayang alam semestaNya
meski peradaban tak ramah menyertainya

medan ingkar laksana lenyap sunyi
tersapu tulus tangan kecil berbasuh jiwa sanubari
kasih murninya menggetarkan lorong kolong langit Ilahi
mengusik ruh hitam penjaga tanah bumi
netralkan aura semesta alam seisi

kesombongan itu tunduk
congkak beringsut tersipu
tangan tangan jahat lebur luruh
malu pada sinar cahaya bunga lotus
pada diri Aisyah bocah perempuan itu

Aisyah
berparas tiada sendu berbinar cahaya
gilap dinding dinding rasa telah kering oleh airmata
tersisa jiwa kokoh laksana karang menantang ombak samudera
keras ruh semangatmu bagai pelat kukuh baja
lembut hatimu bak kain sari sutra India
kasih nuranimu laksana berkah hujan kala kemarau melanda
mulianya jiwamu runtuhkan tembok sombong manusia

mereka yang menghamba
pada nafsu nafsu materi dunia
atas gelora syahwat hina tiada habisnya
yang menyihir rasa pupuskan cinta pada sesama
dan lenyapkan sebongkah hakiki hati berlabel manusia

Aisyah
bocah berhati emas mulia
mekar bak kelopak lotus di lumpur jelaga
yang tak surut bias terang kasihnya
di kereta kencana becak tua
bersama sang ayahanda

Aisyah adalah hidup menghidupi
laksana lotus yang menerangi
meski diantara lumpur daki
hatinya adalah kasih mengasihi
sanubarinya adalah cinta mencintai
kerana Aisyah adalah insan hakiki
titisan cahaya nur Ilahi

***

Untuk adik Siti Aisyah Pulungan,
bocah 8 tahun yang menghidupi dan merawat ayahnya
yang sakit di atas becak pengangkut barang di Kota Medan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun