Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis || Blogger Videomaker || Content Creator

Mantan jurnalis; videografer Media Asing New Tang Dinasty Television (NTDTV). Blogger lifestyle, suka menulis isu lingkungan, seni budaya, traveling, kuliner dan fiksi. Kompasiana Next Top Content Creator 2024 || Peraih Brst in Fiction Kompasiana 2014. Tinggal di Bogor. IG @rachmatpy Tiktok @rachmat_py

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Situs Makam Bersejarah untuk Sarana Edukasi Publik

15 Desember 2013   03:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:55 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selayaknya aset makam ini bisa dikembangkan lebih baik. Konsep situs bersejarah sebagai aset wisata bisa menjadi sarana rekreasi sekaligus edukasi dalam keluarga. Artinya bisa memberikan kenyamanan, kegembiraan namun tidak mengabaikan pengetahuan sejarah dari situs bersangkutan. Tentu saja pengembangan itu harus mengedepankan faktor keamanan dan kelestarian makam, agar tidak rusak atau terkena aksi tangan-tangan jahil.

Lokasi yang menempati perkotaan membuat akses lebih mudah. Beberapa hal sangat mungkin dilakukan untuk melengkapi dengan prasarana publik, misalnya menyediakan taman bermain, ruang terbuka hijau dan semacamnya untuk warga. Ada lahan tersisa yang masih belum dipergunakan, jika belum memadai bisa dilakukan dengan pembebasan lahan penduduk di sekitarnya.

Pengembangan arena tersebut sangat memungkinkan meningkatkan frekuensi kunjungan. Juga nantinya menjadi tujuan utama sarana edukasi bagi anak-anak sekolah, soal mengenal pahlawan daerahnya (dalam hal ini Pangeran Wijaya Kusuma).

[caption id="attachment_298774" align="aligncenter" width="620" caption="Makam Pangeran Wijayakusuma. (foto pribadi)"]

13870542271755290631
13870542271755290631
[/caption] [caption id="attachment_298773" align="aligncenter" width="600" caption="Prasasti pemugaran ke 3 yang dilakukan Walikota Jakarta Barat. (foto pribadi)"]
13870531021015890349
13870531021015890349
[/caption]

Mengantisipasi tangan jahil, semestinya bisa dibangun pemagaran di area petak makam. Pemagaran yang ada di makam Pangeran Wijaya Kusuma sudah dilakukan namun masih terjangkau oleh tangan pengunjung. Menilik pemagaran yang pendek. Pemagaran dilakukan menggunakan kunci pengaman agar tidak sembarangan orang masuk tanpa ijin Jupel (Hadi Doyo). Kecuali mengantisipasi pengrusakan oleh faktor manusia, upaya pemagaran itu juga menghindarkan dari gangguan binatang di sekitarnya. Pengunjung tidak diperkenankan kontak langsung pada bagian makam, hanya bisa melihat dari jarak yang ditentukan.

Hal ini juga semestinya dilakukan pada situs-situs candi yang lebih besar, seperti Borobudur dan Prambanan. Beberapa aset patung, arca, relief dan semacamnya seyogyanya tidak diperbolehkan disentuh atau kontak langsung. Kontak langsung ini memungkinkan gesekan-gesekan yang lambat laun akan merusak candi. Tak hanya sekedar dengan papan larangan mengingat kejadian-kejadian raibnya arca-arca pada candi oleh tindak pencurian. Mengingat benda purbakala itu bernilai tinggi dan telah terbukti diselundupkan dan ditemukan di ajang lelang di luar negeri.

Terlepas dari itu semua, kesadaran akan menjaga kelestarian peninggalan bersejarah paling utama yang mesti ditanamkan pada setiap orang. Melibatkan setiap orang berperan serta menjaga situs bersejarah, melalui sikap bertanggungjawab dari sendiri. Agar fungsi situs sebagai sarana edukasi, menanamkan nilai patriotisme bagi generasi muda, melalui pengetahuan sejarah perjuangan leluhurnya, menghargai pahlawannya dapat terus dilakukan. Bukankah bangsa besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya?  Satu lagi harapannya agar aset-aset kekayaan pariwisata Indonesia Travel sekecil apapun itu dapat berkembang, bermanfaat dan dikenal oleh seluruh masyarakat, termasuk masyarakat dunia.

Salam wisata

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun