Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Geliat Elit Politik Merevisi UU KPK

11 September 2019   14:44 Diperbarui: 11 September 2019   15:03 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BEM Unsoed bersama Wakil Rektor II Prof Hibnu Nugroho demo tolak revisi UU KPK (detik.com)

Sejak awal didirikan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menjalankan fungsi dan peranannya sebagai lembaga anti rasuah. Tidak sedikit elit politik hingga kepala daerah  dijebloskan kepada sel tahanan.

Tanpa pandang buluh, nominal kecil atau besar, irisan dari manapun, tidak ada toleransi baginya untuk tetap mempertanggung jawabkan perbuatannya di dalam sel tahanan. KPK tampil sebagai lembaga super power bagi para elit agar tidak sembarang menggunakan anggaran negara.

Namun, seiring berjalannya waktu, KPK terus menerus menghadapi berbagai rintangan dan tantangan. Jika tantangan itu berupa sulitnya membongkar aliran dana para elit, mungkin itu hal yang biasa. Tapi tantangan penguatan lembaga tentu tantangan berat. 

Jauh sebelumnya isu pelemahan KPK bertajuk DPR vs KPK mencuat di kalangan masyarakat. Sampai saat itu, masyarakat ikut geram karena geliat elit DPR mengintervensi revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) tak kunjung bisa dilakukan.

Rencana revisi UU KPK seakan mengulang kembali masa kelam itu. Suasananya tidak jauh beda dengan sebelumnya. Riak-riak penolakan revisi UU KPK bertebaran di mana - mana dari berbagai latar belakang serta kajian bidang keilmuannya. Sebut saja 73 dosen Universitas Andalas (Unand), Padang dan 151 dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) menolak rencana revisi tersebut.

Dalam revisi UU KPK mengatur tentang penyadapan hingga penggeledahan harus seizin dewan pengawas yang dipilih DPR. Kemudian, mencermati materi revisi UU KPK dalam bidang pencegahan, kewenangan KPK mengelola pelaporan dan pemeriksaan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tampak dipangkas habis. Maka tak heran riak-riak penolakan dari sebagian kalangan elit politik hingga Ketua KPK mengarah pada ancaman masa depan KPK.

Masalah lainnya, rencana DPR untuk merevisi UU KPK yang disepakati 70 anggota dari semua fraksi pada rapat paripurna Kamis 5 September lalu terkesan geliat mengocok kemurnian independensi KPK. Parahnya, jumlah 70 anggota bukan repserentatif lembaga legislatif, karena tidak dihadiri setengah plus 1 alias tidak qorum dari  anggota DPR yang berjumlah 560 orang. Memang sedari awal terlihat inkonsistensi DPR dalam revisi UU KPK.

Makna independensi KPK lebih dalam dimaknai menyapu bersih para koruptor di lembaga  legislatif, eksekutif, dan yudikatif tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Hasilnya, sekitar 29 kepala daerah serta ratusan anggota legislatif terpaksa harus menikmati indahnya sel tahanan. 

Bahkan hasil dari kasus lainnya, sebut saja BLBI, bailout Bank Century, Hambalang, E-KTP, dan lainnya menjerat kalangan anggota parlemen, menteri, pejabat BUMN, aparat penegak hukum, kepala daerah, serta pihak swasta lainnya. Semua ini telah menjadi cause clbre selama ini membuktikan keberadaan KPK menjadi sangat penting.

Tirto Pelbagai Upaya Pelemahan Membuat KPK Berada di Ujung Tanduk - Tirto.ID
Tirto Pelbagai Upaya Pelemahan Membuat KPK Berada di Ujung Tanduk - Tirto.ID


Pada kesimpulannya, jika revisi UU KPK benar di sahkan, kedepan kita menatap KPK tidak lagi lembaga negara independen, unsur DPR dan pemerintah mengisi kursi Dewan Pengawas KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun