Pelayan warkop itu membayangkan orang itu sedang mengaduk-aduk kopi miliknya sambil menangis. Air mata bercucuran ke meja, meminum habis kopinya lalu pergi tanpa sepatah kata apapun. Di meja itu, yang ada hanya cucuran air mata. Itulah sebabnya, mengapa waktop itu tidak lagi menyediakan kopi miliknya.
"Saya harus mengejarnya, ada seseorang dalam kopi itu, itu kopi milikku."
"Segera, kopi itu memang milik bapak, saya tau persis kopi itu." Pelayan memotivasi untuk segera mengambil kopi miliknya.
Orang-orang di warkop juga memberi semangat kepadanya. Mereka tidak lagi menginjak-injak kopi yang membanjiri tempat itu. Malah mereka membersihkannya, mengepel dan menabur wewangian. Meski kopi itu adalah kopi sendu yang jatuh ke lantai, tetap harus dihargai. Sedih dan bahagia sama-sama diasuh oleh cinta.Â