Mohon tunggu...
Raffi Muhamad Faruq
Raffi Muhamad Faruq Mohon Tunggu... Mahasiswa, Peternak, Pengamat sepak bola, dan Pebisnis.

Seorang mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prodi Manajemen Pendidikan Islam. Menerima jasa konsultasi kuliah bagi mahasiswa. Memiliki peternakan Ayam Hias, Ayam Pelung dan Beberapa jenis burung (Perkutut, Derkuku dan Kicau). Menerima ajakan Bal-balan dan diskusi mengenai sepak bola. Menerima pesanan bibit pohon dan bonsai (by request). Menerima dan tidak akan menolak ajakan masuk Surga. Informasi lebih lanjut hubungi 0821-1939-4586 (WA), raffimfrq (Instagram). Raffi Muhamad Faruq (Facebook dan X/Twitter), raffimfrq@gmail.com, hobbypelunggarut@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Secangkir Kopi dan Kehidupan Masyarakat Sunda: Sebuah Simbol Keakraban, Keramahan, dan Keseimbangan.

24 Maret 2025   20:01 Diperbarui: 16 Mei 2025   13:24 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Youtube

Bagi masyarakat Sunda, kopi bukan sekadar minuman yang menghangatkan tubuh. Secangkir kopi adalah jendela yang membuka berbagai dimensi kehidupan sosial dan budaya mereka. Dari warung kopi di pinggir jalan hingga rumah-rumah sederhana di desa, kopi menjadi penghubung yang kuat antara manusia dengan manusia, antara kehidupan dengan alam, bahkan manusia dengan Tuhan. Ada makna mendalam yang terkandung di balik kebiasaan ngopi yang seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka.

Pertama, Kopi Sebagai Simbol Keramahan dan Keakraban

Salah satu aspek yang paling menonjol dalam kebiasaan ngopi bagi orang Sunda adalah keramahan. Tidak ada yang lebih menggambarkan sambutan hangat seseorang daripada tawaran secangkir kopi. Ketika seseorang datang bertamu, hampir pasti mereka akan disuguhi kopi, bahkan tanpa diminta. Ini bukan sekadar tentang minum kopi, tetapi lebih kepada bentuk penghormatan dan perhatian terhadap tamu. Bagi orang Sunda, kopi adalah simbol kebersamaan---bukan hanya minuman, tetapi jembatan yang memfasilitasi percakapan dan hubungan yang lebih dekat antar individu.

Secangkir kopi menjadi pemecah kebekuan dalam pertemuan, tempat di mana percakapan dapat berkembang tanpa terasa terburu-buru. Melalui secangkir kopi, setiap orang bisa saling berbagi cerita, mendengarkan, dan memahami satu sama lain, apalagi dalam budaya Sunda yang sangat menjunjung tinggi nilai sosial dan gotong royong. Kopi menjadi sarana untuk menumbuhkan rasa akrab dan saling menghargai.

Kedua, Kopi Sebagai Penyambung Kehangatan

Budaya ngopi di masyarakat Sunda juga lebih dari sekadar ritual pribadi. Kopi adalah sarana untuk bersosialisasi dan menjaga kehangatan hubungan sosial. Orang Sunda tidak hanya ngopi sendiri, tetapi mereka lebih sering melakukannya bersama-sama. Baik di warung kopi, rumah, atau di tempat kerja, kopi selalu ada dalam setiap momen yang melibatkan orang banyak. Ngobrol sambil ngopi adalah bagian dari proses saling berbagi---bukan hanya soal berita atau gosip, tetapi juga tentang berbagi pengalaman, pemikiran, dan bahkan keprihatinan.

Sederhana namun mendalam, ngopi menjadi ritual sosial yang mempererat tali persaudaraan. Kopi menciptakan suasana yang penuh kehangatan, di mana perbedaan pendapat bisa dibicarakan dengan kepala dingin. Tidak jarang, obrolan santai dengan secangkir kopi justru menghasilkan solusi dari masalah-masalah besar. Itulah mengapa kebiasaan ngopi sering kali menjadi jembatan antara individu dengan komunitas, menjadikan masyarakat Sunda selalu terhubung dalam jejaring sosial yang kuat.

Ketiga, Kopi Sebagai Simbol Keseimbangan Hidup

Selain sebagai alat untuk bersosialisasi, secangkir kopi dalam budaya Sunda juga membawa makna keseimbangan. Mengingat proses membuat kopi yang sederhana namun penuh perhatian, ada filosofi kehidupan yang tercermin dalam kebiasaan ngopi ini. Dalam cara orang Sunda menikmati kopi, terdapat sebuah penghargaan terhadap keteraturan dan kesederhanaan. Mereka tahu kapan harus menikmati waktu, kapan harus berhenti sejenak dari rutinitas, dan kapan harus melibatkan diri dalam percakapan atau aktivitas lain.

Kopi mengingatkan mereka akan keseimbangan antara kerja dan istirahat, antara berbicara dan mendengarkan. Bagi masyarakat Sunda, hidup yang seimbang bukan hanya tentang berlari mengejar tujuan, tetapi juga menikmati setiap langkah dalam perjalanan. Sama seperti secangkir kopi yang diseduh dengan penuh perhatian, hidup pun perlu dihargai dalam setiap prosesnya, tidak hanya fokus pada hasil akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun