Mohon tunggu...
AR Affandi
AR Affandi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film Child Aid Raja Ampat

4 September 2018   00:16 Diperbarui: 4 September 2018   00:24 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Review Film Child Aid Raja Ampat

Judul Film          : CARA ( CHILD AID RAJA AMPAT )
Sutradara           : Glorius Devarif
Penghargaan    : Film Terbaik FLS2N Tingkat Provinsi Papua Barat, Finalis Film Terbaik Festival & Lomba Seni Siswa Nasional - Aceh 2018

Sebagai film yang dibuat oleh anak SMK, film berdurasi 10.01 sangat luar biasa. Film ini berhasil menampilkan keindahan Raja Ampat dimenit-menit awal  dengan gugusan pulau Misool. Glorius Devarif (Siswa SMKN 2 Raja Ampat ) sebagai sutradara ingin menyampaikan cerita yang dibingkai keindahan alam.

Bercerita tentang seorang turis bernama Jonas (Jhonas Muller) yang berlibur kampung Biga ditemani oleh Deva ( Glorius Devarif ) mereka berkenalan dengan anak-anak Kampung Biga yang tidak mampu sekolah seperti layaknya anak-anak seusia mereka. Jonas mengikhlaskan waktu liburnya diisi dengan menjadi relawan pengajar untuk anak-anak Kampung Biga.

Konflik dalam film ini dimulai saat Jonas mendapatkan tantangan ketika salah seorang orang tua murid  melarang anaknya belajar karena meninggalkan pekerjaan di ladang. Jonas akhirnya berjanji mau membantu pekerjaan orangtua siswa, asal mereka diperbolehkan belajar.

Secara keseluruhan film ini sebetulnya ingin menyampaikan bahwa Indonesia memiliki surga terindah didunia, namun anak-anak penguni surga itu tak bisa menikmati surga ala mereka seperti halnya anak-anak di tempat lain. Sebuah sindiran halus juga ingin disampaikan oleh Glorius Devarif dengan memilih karakter orang asing. Seolah ia ingin berkata, orang asing saja mau peduli, masa kita tidak ?

Secara sinematografi film ini layak diperhitungkan. Sayangnya cara bertutur Glorius masih belum terpola apik. Ritme cerita yang belum terjaga, dan inkonsistensi membuat film ini hanya memanjakan mata penonton namun belum mampu menyentuh hati.  

Seandainya saja film diselesaikan dimenit 6.26, pesan sudah bisa disampaikan dengan baik. Namun ternyata setelah itu dimunculkan konflik baru (yang menurut saya tidak perlu) saat buku-buku si anak hilang karena direbus dan diminum airnya oleh si ayah.  Adegan ini hanya menjadi sisipan sia-sia yang menghancurkan pesan yang sudah didapat di menit 6.26

Seandainya juga dialog di menit 6.14 dikemas dengan bahasa daerah, maka film ini akan jadi lebih menarik. Karena penonton tidak diberi informasi seberapa lama Jonas mengajar mereka hingga tiba-tiba mereka bisa fasih berbahasa Inggris.

Kemudian adegan dilanjutkan dengan si anak mengajak Jonas dan Deva ke Puncak Cinta sebagai pengganti masa liburan Jonas yang dipakai untuk menjadi relawan pengajar menjad ending yang pas untuk film ini.

Terlepas dari kekurangan yang ada, film ini membuka mata kita bahwa Raja Ampat adalah mutiara yang selayaknya kita jaga.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun