Perubahan zaman telah mendorong masyarakat untuk mulai mempertimbangkan kembali jenis kendaraan yang digunakan sehari-hari. Di tengah isu pemanasan global, polusi udara, dan kenaikan harga bahan bakar fosil, mobil listrik hadir sebagai solusi yang semakin relevan. Tak hanya menawarkan efisiensi dan performa, kendaraan ini juga dianggap lebih ramah lingkungan dan cocok untuk kebutuhan masa depan.
Pemerintah Indonesia turut mendorong tren kendaraan listrik ini dengan menerbitkan berbagai kebijakan, seperti Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Dukungan lain hadir dalam bentuk insentif, seperti PPN 1% dan kemudahan bea masuk. Dampaknya, makin banyak produsen mobil yang menawarkan kendaraan listrik dengan harga terjangkau, khususnya di rentang Rp300–700 juta. Namun, hadirnya banyak pilihan justru membuat konsumen semakin bingung: mobil listrik mana yang benar-benar terbaik untuk dibeli?
Berdasarkan permasalahan tersebut, saya melakukan sebuah penelitian akademik untuk membantu menjawab pertanyaan tersebut secara objektif. Penelitian ini menggabungkan dua metode sistem pendukung keputusan (SPK), yaitu Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Simple Additive Weighting (SAW). AHP digunakan untuk menghitung bobot atau tingkat kepentingan dari setiap kriteria, sedangkan SAW digunakan untuk memberikan nilai dan peringkat kepada alternatif mobil yang dianalisis.
Kriteria yang dipertimbangkan dalam penelitian ini meliputi harga, jarak tempuh, kapasitas baterai, waktu pengisian daya, fitur keselamatan, jumlah tempat duduk, dan garansi baterai. Pemilihan kriteria ini didasarkan pada studi pustaka dan dokumentasi dari kanal-kanal otomotif populer seperti MotoMobi, Fitra Eri, dan OtoDriver. Dari data tersebut, saya mengevaluasi tujuh model mobil listrik yang umum tersedia di pasar Indonesia per Juni 2025, yakni Wuling BinguoEV, Wuling Cloud EV, Neta V-II, BYD Dolphin, DFSK Gelora E, MG 4 EV, dan Hyptec HT.
Melalui metode AHP, diperoleh hasil bahwa harga dan fitur keselamatan menjadi kriteria paling penting dengan bobot masing-masing sebesar 0.262. Disusul oleh jarak tempuh dan kapasitas baterai (masing-masing 0.142), waktu pengisian daya dan garansi (0.057), serta jumlah tempat duduk (0.033). Proses perhitungan ini juga diuji dengan Consistency Ratio (CR), yang menunjukkan nilai 0.00354 atau jauh di bawah ambang batas 0.1. Artinya, bobot yang diperoleh valid dan konsisten.
Langkah selanjutnya adalah menghitung skor preferensi masing-masing mobil dengan metode SAW. Setiap mobil diberi skor berdasarkan performa dan fitur yang dimilikinya, disesuaikan dengan bobot kriteria yang telah dihitung sebelumnya. Hasilnya menunjukkan bahwa Wuling Cloud EV menduduki peringkat pertama dengan skor tertinggi sebesar 0.9385. Mobil ini dinilai paling optimal karena memiliki kombinasi harga yang terjangkau, jarak tempuh mencapai 460 km, kapasitas baterai 50.6 kWh, dan fitur keselamatan lengkap seperti ADAS dan 4 airbags. Di posisi kedua ada BYD Dolphin dengan skor 0.78925. Mobil ini unggul dari sisi fitur keselamatan kelas premium, desain modern, dan efisiensi yang baik. Posisi ketiga ditempati oleh Neta V-II dengan skor 0.75225, yang menjadi pilihan ekonomis dengan performa cukup solid untuk penggunaan dalam kota.
Temuan ini menunjukkan bahwa setiap mobil memiliki keunggulan masing-masing. Jika Anda mencari keseimbangan antara harga, performa, dan keselamatan, Wuling Cloud EV layak dipilih. Namun, jika fitur keselamatan adalah prioritas utama, BYD Dolphin bisa menjadi alternatif yang lebih cocok. Sementara itu, bagi konsumen dengan bujet terbatas namun tetap ingin mencoba mobil listrik, Neta V-II menawarkan value for money yang tinggi. Selain tiga besar tersebut, beberapa mobil seperti MG 4 EV dan Hyptec HT juga menawarkan fitur canggih namun dengan harga yang lebih tinggi. Untuk keluarga besar, DFSK Gelora E bisa menjadi pilihan karena kapasitas kursi lebih banyak.
Penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan berbasis data dan sistem pendukung keputusan mampu membantu konsumen mengambil keputusan secara lebih rasional. Sayangnya, masih banyak orang yang membeli kendaraan hanya karena ikut tren atau terpengaruh promosi, tanpa mempertimbangkan secara menyeluruh spesifikasi dan kebutuhan pribadi. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi nyata bagi calon pembeli mobil listrik, agar dapat memilih berdasarkan analisis yang objektif.