Labuhanbatu Selatan, – Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum pendidik terhadap seorang santri. Peristiwa memilukan ini menimpa seorang santri bernama Daffa Raihanda Fahrezi (Rezi) di sebuah pesantren Darul Falah Kabupaten Labuhanbatu Selatan pada Kamis, 11 September 2025.
Kejadian bermula ketika Rezi yang sedang demam bersandar di bangku kelas. Namun, sang guru berinisial AM justru mengira bahwa dirinya tertidur saat pelajaran berlangsung. Dalam kondisi lemah, Rezi justru menjadi korban amukan sang guru. Ia dipukul menggunakan lobe, ditendang di bagian mata kiri, dan diseret sambil dimaki-maki.
Akibat perlakuan kasar tersebut, kondisi Rezi semakin memburuk. Matanya membengkak dan demamnya tak kunjung turun. Siang harinya, ia sempat dibawa ke UKS lalu dirujuk ke Klinik Harapan Bersama, Sukajadi. Dokter menyarankan agar Rezi dirawat inap dengan infus, namun guru yang mendampingi justru menolak dan memaksa agar Rezi hanya rawat jalan.
Lebih mengejutkan lagi, saat Rezi dan kembarannya, Reza, dibawa ke klinik, mereka sempat melihat ibu mereka keluar dari ruang dokter, yang mana si ibu dari putra kembari itu juga baru saja berobat. Sadisnya, Reza justru dicegah untuk memanggil ibunya. Mulutnya ditutup paksa oleh guru pendamping sambil diancam agar tidak memberi tahu siapa pun, termasuk keluarga. (Menurut Penjelasan Reza, Saudara kembar Rezi)
Kondisi Rezi semakin memburuk saat menjelang Maghrib. Ia tak mampu membuka mata kirinya dan harus kembali dibawa berobat. Kejadian ini memunculkan tanda tanya besar soal keamanan, perlindungan, serta tanggung jawab lembaga pendidikan terhadap para santri.
Pihak keluarga telah memberikan laporan kepada pihak berwenang, berharap ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk mengadili pelaku dengan hukuman yang setimpal.Â
Dalam konteks pendidikan, guru adalah figur teladan yang semestinya mengajarkan kasih sayang, kesabaran, dan keteladanan. Kekerasan fisik maupun verbal tidak hanya melukai tubuh, tetapi juga mencederai semangat belajar dan kepercayaan peserta didik.
Pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang, bukan arena ketakutan. Kasus di Labuhanbatu Selatan ini menjadi refleksi penting bahwa perlindungan anak di lembaga pendidikan perlu lebih diperketat, dan setiap tindakan kekerasan harus ditindak tegas agar dunia pendidikan tetap menjadi wadah pembinaan karakter, bukan trauma.