Mohon tunggu...
R Abdul Azis
R Abdul Azis Mohon Tunggu... penulis lepas

penulis lepas | ghost writer

Selanjutnya

Tutup

Seni

Sekilas Realisme Magis: Dari Amerika Latin ke Indonesia

19 Agustus 2025   09:36 Diperbarui: 21 Agustus 2025   00:05 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masks Survive c.1938 The estate of Franz RohLicense this image  (Sumber: https://www.tate.org.uk/art/artists/franz-roh-10609)

Sekilas Realisme Magis: Dari Amerika Latin ke Indonesia

Realisme magis kerap dianggap sebagai sebuah paradoks: ia menyandingkan realisme---dengan logika keseharian yang faktual---dengan magis, sesuatu yang melampaui, bahkan tak masuk akal. Namun justru di situlah daya pikatnya: dunia sehari-hari yang keras dan nyata, namun di dalamnya berdenyut keajaiban yang diterima begitu saja, seolah ia bagian wajar dari hidup.

Istilah ini pertama kali muncul bukan di ranah sastra, melainkan seni rupa. Seorang kritikus Jerman, Franz Roh, pada 1925, menggunakan istilah magischer Realismus untuk melukiskan karya-karya pelukis pasca-ekspresionis yang menghadirkan dunia biasa dengan aura aneh dan misterius (Roh, 1925). Di tangan Roh, istilah itu tidak dimaksudkan sebagai genre naratif, melainkan kecenderungan estetik: realitas yang sehari-hari, tetapi diselimuti sesuatu yang mempesona.

Baru kemudian, di Amerika Latin, istilah ini mendapat rumah barunya. Gabriel Garca Mrquez, lewat Cien aos de soledad (1967), melambungkan realisme magis sebagai sebuah arus besar dalam kesusastraan dunia. Namun Mrquez bukanlah pelopor tunggal. Jorge Luis Borges, Alejo Carpentier, hingga Miguel ngel Asturias, sudah lebih dahulu menanam benih. Carpentier, bahkan, lebih suka menyebutnya lo real maravilloso americano---"yang real-marvelous" dari Amerika---menunjukkan bahwa bagi masyarakat Latin, magis bukanlah sesuatu yang asing, melainkan inheren dalam sejarah dan kebudayaan mereka (Carpentier, 1949).

Akar filosofisnya, bila ditelusuri, berhubungan dengan bagaimana sebuah komunitas melihat realitas. Di Barat, modernitas membelah rasionalitas dan irasionalitas. Namun di Amerika Latin, realitas sehari-hari tak pernah sepenuhnya tunduk pada dikotomi itu: mitos leluhur, takhayul, sejarah kolonial, dan dunia sehari-hari bercampur dalam satu lapisan. Realisme magis tidak menempatkan yang gaib sebagai fantasi, melainkan sebagai realitas yang setara dengan fakta sosial. Seperti kata Mrquez sendiri, "Apa yang bagi orang luar tampak magis, bagi kami hanyalah kenyataan."

Hal ini juga dipengaruhi oleh filsafat ontologi pluralistik, yang meyakini bahwa kenyataan tidak tunggal. Ada dunia material, tetapi juga dunia gaib atau spiritual yang sama sahnya. Dengan demikian, realisme magis adalah perlawanan terhadap rasionalisme Barat yang cenderung menyingkirkan mitos, magis, dan kepercayaan rakyat (Faris, 1995).

Pelopor utama realisme magis dalam sastra adalah Gabriel Garca Mrquez dengan novel monumental Cien aos de soledad (Seratus Tahun Kesunyian, 1967). Karya ini mengisahkan keluarga Buenda di Macondo, sebuah kota fiktif, dengan menghadirkan peristiwa magis (terbangnya tokoh, hujan bunga, munculnya arwah) yang diceritakan seolah hal wajar dalam kehidupan sehari-hari.

Selain Mrquez, tokoh penting lain adalah: Alejo Carpentier (Kuba), yang memperkenalkan konsep lo real maravilloso (the marvelous real) melalui esainya tahun 1949. Jorge Luis Borges (Argentina), dengan cerpen-cerpen yang membaurkan filsafat, mitos, dan realitas. Isabel Allende (Cile), dengan novel La casa de los espritus (The House of the Spirits, 1982).

Beberapa ciri utama realisme magis menurut Wendy B. Faris (1995) dan Amaryll Chanady (1985) dapat dikenali dari beberapa tanda: keajaiban hadir tanpa penjelasan logis; tokoh-tokoh menerima hal gaib tanpa terkejut; sejarah besar (kolonialisme, revolusi) bercampur dengan kehidupan sehari-hari; dan bahasa cenderung datar, bahkan dingin, ketika menghadirkan peristiwa luar biasa. Semua itu membuat magis tampak nyata, nyata tampak magis.

Sastra Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun