Sembilan bulan engkau berada dalam buaian ibumu. Rasa sakit, perih, pedih ia tahan. Pahit dan manis rasakan. Tak henti-henti ia mengimpikan jabang bayi yang kelak akan menggantikan dan mendoakannya.
Setelah tepat sembilan bulan engkau lahir kedunia. Betapa bahagianya ibumu begitu juga ayahmu. Sembari dengan wajah sumringah ia tatap buah hatinya yang kala itu menangis tersedu-sedu. Tak mengenal apapun bahkan kepada ibu dan bapaknya.
Tak lepas kasih sayangnya, ia mandikanmu, menyusuimu, mengajarimu huruf perhuruf kata demi kata.
Seiring berjalannya waktu engkau terus tumbuh. Menjadi anak-anak cerdas. Bersuka bersama teman sebaya.
Ingatlah waktu pertama kali engkau bersekolah. Ibumu mengantarmu ke sekolah, mengecupmu sebelum berangakat, mencarikan teman yang pas tuk menemanimu selama di sekolah.
Siang harinya ibumu memperingatkanmu untuk tak bermain di luar rumah. Makanya, engkau dibelikan mainan kesukaanmu.
Malamnya, ibumu mengajarimu, membantu mengerjakan PR mu, dan menemanimu hingga terlelap.
Saat matahari belum terbit, ibumu sudah menyiapkan sarapan pagimu. Memandikanmu yang kala itu engkau belum bisa mandiri. Memasangkan pakaianmu, sepatumu hingga mengecup keningmu hingga mengecup keningmu berharap engkau bermanfaat bagi orang lain.
Setelah lulus SD, engkau masih disekolah di SMP. Tak lain agar engkau menjadi anak yang berpendidikan.
Orangtuamu tak lepas tangan, ia masih membiayaimu tuk pendidikanmu. Membelikan seragammu, membayarkan SPP mu dan mencari guru private agar engkau pintar kelak.
Saat masa SMA pun orang tua tak lepas tangan dalam memberi kasih sayangnya padamu.