Mohon tunggu...
Langit Quinn
Langit Quinn Mohon Tunggu... Freelancer - Ghost writer, Jokower, Ahoker...

Founder Fiksiana Community

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filosofi Nasi Goreng Bu Mega

25 Juli 2019   09:48 Diperbarui: 25 Juli 2019   10:58 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filosofi Nasi Goreng

By: Langit Quinn


Kemarin siang, Rabu, 24 Juli 2019, kita semua para khalayak Indonesia disuguhkan berita teranyar yaitu makan siangnya Prabowo di rumah Ibu Megawati, berupa nasi goreng yang dibuatkan khusus oleh Ibu Mega sendiri. Bahkan diceritakan bahwa Prabowo nambah, namun Bu Mega menyarankan Prabowo untuk diet.

Menu nasi goreng menjadi hidangan utama dalam pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

Netizenpun ramai-ramai menamai pertemuan tersebut sebagai 'diplomasi nasi goreng'.

Sebetulnya sejak kapan sih nasi goreng ini populer di dunia politik?


Mari kita ramai-ramai tengok ke belakang... kriik...kriiik...
Sudah?

Ok sudah.

Bisa dikatakan Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama, yang mempopulerkannya. Dalam beberapa kesempatan, terutama dalam pidato publik yang bersinggungan dengan Indonesia, Obama dengan bangga mengucapkan kata 'sate', 'bakso', dan 'nasi goreng'. Pada saat itu Publik Indonesiapun bergemuruh. Bangga tentu saja.

'Nasi goreng' bagi Obama saat menjabat sebagai presiden adalah pengejawantahan soft power Amerika Serikat kepada Indonesia. Pendekatan ini rasanya mustahil dilakukan oleh George Bush atau Donald Trump, presiden sebelum dan sesudah era Obama.

Ruang diplomasi santapan khas Indonesia ini tidak berakhir meski Obama mengakhiri jabatannya sebagai presiden Amerika Serikat. Presiden Joko Widodo juga menyuguhkan santapan penuh kenangan itu bagi Obama. Dengan latar Istana Bogor yang teduh, Obama dan Jokowi berbincang hangat sambil menikmati bakso, nasi goreng, dan sate.    

Nah, gara-gara Obama pula, sekarang banyak menu nasi goreng  yang dinamai nasi goreng Obama di pinggir jalan. Rejeki bagi abang nasi gorengpun mengalir.

Mundur sedikit ke dua tahun lalu. Pada Juli 2017 lalu, SBY juga menyuguhkan nasi goreng kepada Prabowo dalam pertemuannya di  Cikeas.

 "Setelah kita maka nasi goreng begitu enaknya. Saya jujur, nasi goreng ini menyangi nasi goreng Hambalang  Beliau tahu kelemahan Prabowo ini soal nasi goreng", ujar Prabowo bergurau saat itu.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan bahkan menyebut pertemuan SBY-Prabowo sebagai "diplomasi nasi goreng".

"Saya bilang 'diplomasi nasi goreng'. Nasi goreng itu kan sangat merakyat dan ini juga biasa jualan di pinggir jalan juga," ujar Hinca saat itu.

Mundur setahun ke belakang.  Pada 2018 lalu ketika sembilan sekretaris jenderal partai politik koalisi pendukung Joko Widodo  mengadakan pertemuan untuk membahas Nawacita jilid II dan struktur tim pemenangan.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan aneka jajanan kaki lima yang dihidangkan malam ini seperti nasi goreng, bakso malang, bubur ayam dan sate padang memiliki filosofi tersendiri. Misalnya nasi goreng yang memiliki makna khusus.

"Kami menyajikan sesuatu secara simbolik makanan Indonesia. kami menyajikan nasi goreng karena di masa-masa krusial agar kita enggak saling menggoreng isu," kata Hasto di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, (6/8/18) malam.

Lalu apa sih sebetulnya istimewanya nasi goreng?

Banyak orang tau wanginya  kopi yang filosofinya telah menjamur di seluruh jagad raya, tapi jarang atau bahkan banyak yang tidak tau, bahwa nasi goreng memiliki filosofi tersendiri.

Berawal dari orang-orang Tionghoa yang pantang membuang sisa makanan, terutama sisa nasi dari makan pagi atau makan malam, pada akhirnya mereka memutuskan menggorengnya pada keesikan paginya sebagai menu sarapan. Atau menggoreng pada malam hari sebagai menu makan malam.

Tujuan utamanya supaya nasi tersebut tidak dibuang, dan tetap dapat dikonsumsi dalam keadaan yang hangat dan terasa enak. Orang Tionghoa, selain mereka pantang membuang makanan, mereka juga pantang makan makanan dingin.

Dari sana maka muncul kebiasaan menggoreng nasi, supaya sisa nasi semalam tetap dapat dikonsumsi dalam keadaan hangat ketika pagi, dan diberilah bumbu-bumbu lain di dalamnya meski masih seadanya supaya rasanya lebih 'enak'.

Jadi nasi goreng kala itu bukanlan seperti jaman sekarang, sekarang nasi goreng adalah trend, sekarang, bahkan nasi yang baru masak dapat langsung  digoreng. Kala itu nasi goreng ada karena memanfaatkan nasi sisa. Pantang membuang nasi sisa. Pantang memakan nasi dingin. Memanfaatkan nasi  yang masih layak konsumsi, diberi bumbu, dan dihangatkan, sehingga rasanya lebih lezat dan hangat.

Seiring berjalannya waktu, banyak orang Tionghoa berdatangan ke berbagai negara termasuk ke Indonesia, dan kebiasaan tersebut mereka pelihara di tanah air ini, pada akhirnya orang Indonesia tertular untuk menggoreng nasi sisa. Ditambah dengan berbagai bumbu lain sehingga rasanya menjadi bermacam-macam khas Indonesia.

Lalu apa yang didapat dari sepiring nasi goreng, jika ditilik dari awal muasalnya...

..Dalam sepiring nasi goreng, ada rasa SYUKUR menikmati apa yang  telah kita dapatkan, ada rasa MENGHARGAI  karena tidak membuang-buang nasi sisa atau menyia-nyiakannya begitu saja.

Pantang bagi kita semua membuang nasi sisa bahkan ketika kita mampu membuat nasi baru karena persediaan beras sangatlah banyak. Bayangkan jika nasi sisa  tersebut dibuang,  kita tidak akan merasakan lezatnya dalam sepiring nasi goreng.

Pernah kita mendengar nenek-nenek atau orang tua jaman dulu berkata "habiskan nasinya, kalau ngga habis nanti nasinya nangis...".
Yang dalam arti sebenarnya adalah, kita tidak boleh menyia-nyiakan makanan.

Meski hanyalah nasi sisa, kita tidak menyia-nyiakannya, bahkan kita bisa menghangatkannya, dan menjadikan makanan terasa lebih enak. Kita memanfaatkan nasi tersebut menjadi makanan yang lebih lezat dengan berbagai  bumbu khasnya.

Dalam sepiring nasi goreng ada keistimewaan yang dirasakan. Ada berbagai rasa yang dapat kita kecap, bukan lagi rasa hambar dan dingin seperti rasa nasi sisa.

Ada gurih, sedikit manis, asin dan pedas yang berbaur menjadi satu.

Dalam sepiring nasi goreng ada kehangatan, kita bisa melihat nasi sisa itu kembali HANGAT, bukan lagi nasi sisa kemarin malam yang bagi sebagian  orang mungkin tidak lagi terasa enak. Bahkan mungkin   tak segan memberikannya ke ternak.

Dalam sepiring nasi goreng, kita juga bisa merasakan berbagai macam bumbu, yang BERSATU PADU agar rasanya menjadi lezat. Bayangkan jika hanya garam saja yang ditaburkan. Atau cabai saja yang ditambahkan. asin saja, atau PEDAS saja. Penyatuan bumbu yang berpadu menjadikannya istimewa.

Dalam sepiring nasi goreng kita juga dapat melihat berbagai macam suyuran, daging, bakso, sosis, telur, agar kandungan nilai gizinya mencukupi, dan penampilanya lebih INDAH. Ada penyatuan bahan makanan menjadi satu, dengan kandungan gizi yang lebih banyak, sehingga bermanfaat bagi tubuh.

Pada akhirnya, jika kita mau bersyukur, menghargai, dan pantang menyia-nyiakan makanan, nasi sisa kemarin malam ternyata masih sangat bermanfaat untuk tubuh kita, dan rasanyapun istimewa, selagi kita dapat menghidangkannya  dengan rasa yang lebih lezat, istimewa, dan tampilan yang menggirukan ketimbang nasi yang baru dimasak, semua tergantung bagaimana  cara kita memberi bumbu, mengolah dan menyajikannya.

Coba kita renungkan apa kita kita dapat dari sepiring nasi goreng...
Dan mengapa disebut diplomasi nasi goreng?
Semua bebas berpendapat bukan?

Selamat makan.. nasi goreng..😃

Langit Quinn

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun