Mohon tunggu...
Qisthi
Qisthi Mohon Tunggu... Mahasiswa -

biarkan mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemilu 2019 dan Bumbu Media Sosial, Dikit-dikit Viral!

16 Oktober 2018   09:23 Diperbarui: 16 Oktober 2018   09:45 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: tribunnews.com

"Perang sengit" dua kubu yang segera terulang di tahun 2019 mendatang, agaknya punya bumbu yang berbeda dari "perang" sebelumnya pada tahun 2014 silam.

4 tahun silam, Joko Widodo tak dinyana-nyana mencalonkan diri sebagai Calon Presiden bersama Jusuf Kalla. Publik sontak geger, melihat rekam jejak Jokowi mulai dari walikota Solo hingga menjadi gubernur DKI Jakarta yang kemudian rela melepas jabatannya untuk maju di Pilpres 2014. 

Jokowi yang diusung oleh Partai Banteng, berkompetisi melawan Prabowo Subianto, seorang mantan Jenderal Angkatan Darat yang juga merupakan pemimpin Partai Gerindra, maju didampingi oleh mantan Menteri Perekonomian Hatta Radjasa. 

Jokowi VS Prabowo, duel imbang yang kala itu terbilang cukup sengit. Drama klaim kemenangan atas hasil quick count di kedua kubu pun sempat membuat publik geger dan bingung.

Kontestasi politik tahun 2019 akhirnya kembali mempertemukan dua tokoh ini, untuk saling berebut jabatan nomor satu di Republik Indonesia. 

Babak kedua "duel sengit" ini tentu saja diwarnai nuansa politik ala pemilu, namun dengan bumbu yang terasa berbeda.

Nuansa politik ini mudah sekali dijumpai terutama di platform jejaring sosial yang kian digandrungi oleh publik. Sebut saja Instagram dan Twitter, platform jejaring sosial kawakan yang dewasa ini punya andil besar terhadap perputaran informasi. 

Gawai pintar yang semakin mudah didapat, tentu membuat informasi mudah diakses tanpa batasan ruang dan waktu. Mulai dari akun yang memang khusus mengunggah cuitan berbau politis, akun lelucon, hingga akun pribadi yang sekedar iseng turut menyuarakan keberpihakan mereka. Platform seperti ini, tak dapat dipungkiri menjadi ladang tersendiri bagi pendukung kedua kubu untuk menyuarakan dukungannya.

Sebagai contoh, viralnya tagar #2019gantipresiden yang beberapa waktu lalu menjadi perbincangan warganet, atau yang lebih dikenal dengan netizen. 

Meskipun terlihat sederhana, namun tagar ini nyatanya mampu menghipnotis publik untuk saling menyuarakan mengenai masing-masing kubu yang didukung. Saling membalas tagar antara yang pro maupun kontra. Cuitan ini pun terkadang menjadi bahan guyonan para netizen.

 Adanya hal-hal seperti ini sebenarnya membuat masyarakat lebih mudah mengonsumsi informasi terkait politik yang selalu terkesan membosankan dari waktu ke waktu. 

Berawal dari sekedar cari tahu akan hal yang viral, atau bahkan menjadi bahan obrolan di sela-sela aktivitas. Namun, tak jarang ada pula pihak-pihak yang menunggangi momen viral ini untuk sengaja memecah belah serta memperburuk situasi.

Bebas berpendapat, namun jangan asal bunyi lalu membuat gaduh publik.

Sudah bukan hal yang baru lagi ketika beberapa pengguna jejaring sosial ini terkadang asal dalam menanggapi isu atau permasalahan yang ada. Netizen akan berbondong-bondong menyoroti hal yang menjadi viral. 

Lebih kacau lagi ketika banyak penumpang gelap di balik viral yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menebar ujaran kebencian, fitnah, serta berita yang belum tentu adanya atau hoax pada masing-masing kandidat. 

Opini-opini yang kemudian menuntun publik untuk saling membenci satu sama lain. Hal seperti ini akibatnya akan berkepanjangan. Ketika benih kebencian mulai ditebar, maka yang terjadi saling jegal antar pendukung kubu. 

Bahkan bisa memicu perpecahan. Pendukung "saling senggol sana sini" hanya untuk menjatuhkan kubu lawan. Black campaign pun menjamur dimana-mana tanpa kita sadari.

Seyogyanya, ajang pemilu tak membuat kita buta akan pilihan yang kita ambil. Jadilah netizen yang bijak dalam menanggapi serta menyikapi isu yang ada. 

Jangan hanya bermodal ikut-ikutan apa yang sedang viral atau tren lantas kita tidak mau membuka mata dan telinga kita terlebih dahulu. 

Pendapat, kritik, dan debat sah sah saja, tapi sewajarnya. Masalah klasik yang tak pernah absen di tiap ajang pemilu ini harusnya menjadi bahan introspeksi, kenapa masalah yang sama selalu saja terulang. Hal seperti ini tak bisa dianggap remeh. Itu yang sejatinya menjadi PR besar bagi republik ini.

Mari terus berbenah diri untuk Pemilu 2019 mendatang.

Be a wise netizen and citizen!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun