Alam sekitar sering mengalami perubahan, baik dari alam sendiri maupun akibat tindakan manusia, seiring bertambahnya usia. Dua contoh aktivitas yang sudah mengganggu keseimbangan ekosistem adalah penebangan hutan secara besar-besaran dan penggunaan bahan bakar fosil. Kedua aktivitas ini berdampak besar terhadap perubahan iklim, yang sekarang menjadi salah satu masalah terbesar di dunia. Krisis iklim tidak hanya memengaruhi lingkungan, tetapi juga mengancam berbagai aspek kehidupan manusia, seperti ekonomi, ketahanan pangan, kesehatan, dan keadilan sosial. Beberapa tanda perubahan iklim yang terlihat antara lain naiknya permukaan air laut, mencairnya es di kutub, cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir dan longsor, serta kenaikan suhu rata-rata global. Situasi ini memerlukan tindakan nyata dari individu, masyarakat, pemerintah, serta kerja sama antar negara untuk mengurangi kerusakan lingkungan.
Para ilmuwan mengingatkan bahwa kita hanya punya waktu dua tahun lagi untuk memenuhi batas karbon agar kenaikan suhu global tetap di bawah 1,5 derajat Celsius. Jika tidak mencapai target itu, suhu bumi akan naik hingga 2,7 derajat, yang akan berdampak besar pada cuaca, ekosistem, dan ketahanan pangan (The Guardian, 2025). Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa krisis iklim adalah realitas saat ini, sehingga memerlukan tindakan segera untuk mengatasinya. Transisi menuju energi bersih adalah salah satu metode yang harus didukung. Meningkatkan penggunaan energi baru dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil dapat mengurangi emisi. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) menunjukkan komitmen Indonesia terhadap penggunaan energi hijau dan membantu mengurangi polusi. Contoh nyata adalah pembangunan PLTS Terapung Cirata di Jawa Barat, yang merupakan PLTS terbesar di Asia Tenggara dan ketiga terbesar di dunia dalam kategori PLTS terapung. Kehadiran PLTS ini berkontribusi besar dalam mengurangi emisi dan menjadi simbol komitmen Indonesia menuju energi hijau.
Selain energi, sektor pertanian juga memiliki peran strategis. Terdapat bukti bahwa penerapan pertanian berkelanjutan bisa membantu dalam adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim. Teknik seperti agroforestri, diversifikasi tanaman, dan pertanian konservatif meningkatkan produksi pertanian, ketahanan pangan, serta mengurangi emisi karbon (Mandloi et al., 2023). Kebijakan ekonomi hijau, seperti insentif untuk industri ramah lingkungan dan pajak karbon, bisa mendukung tindakan tersebut.
Hanya melakukan mitigasi tidak cukup. Dampak perubahan iklim sudah terlihat jelas, sehingga strategi adaptasi harus menjadi prioritas utama. Contohnya, di daerah pesisir, adaptasi bisa dilakukan dengan membangun infrastruktur hijau seperti restorasi mangrove, penataan ruang yang bisa menyesuaikan dengan perubahan iklim, dan sistem penanggulangan banjir yang didasarkan pada alam (Bastos et al., 2025). Untuk menghadapi masalah kekeringan dan banjir di sektor pertanian, bisa diterapkan pertanian yang ramah iklim, penggunaan teknologi pengairan yang hemat air, serta beragam jenis tanaman (McCarl et al., 2021). Selain itu, pengelolaan air secara terpadu juga bisa mengurangi risiko bencana dengan memperkuat sistem penyerapan air dan membangun waduk yang memiliki banyak fungsi.
Tentu saja, untuk mengatasi perubahan iklim, mitigasi dan adaptasi harus dilakukan bersamaan. Pengurangan emisi karbon harus disertai dengan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim. Kombinasi ini tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang lebih baik. Misalnya, pertanian yang ramah lingkungan bisa menjaga hasil panen tanpa merusak lingkungan, dan hutan perkotaan bisa menyerap karbon serta menurunkan suhu di kota.
Penanganan perubahan iklim memerlukan partisipasi dari semua pihak, mulai dari individu hingga masyarakat global. Mitigasi dan adaptasi harus dilakukan bersamaan dengan dukungan kebijakan yang kuat, kemajuan teknologi yang berkelanjutan, serta kesadaran masyarakat yang meningkat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Tindakan nyata harus segera dilakukan untuk mencegah krisis iklim karena data terkini menunjukkan bahwa waktu yang tersisa semakin terbatas. Mengubah cara bersikap terhadap konsumsi, mengurangi emisi, serta mendukung gaya hidup yang ramah lingkungan adalah tanggung jawab semua orang, bukan hanya pemerintah atau organisasi internasional. Penanganan perubahan iklim tidak hanya bertujuan menyelamatkan ekosistem, tetapi juga memastikan keberlanjutan hidup manusia di masa depan.
Keberhasilan dalam menghadapi perubahan iklim berarti juga menjaga kualitas hidup generasi mendatang karena berpotensi merusak stabilitas ekonomi, ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, serta keadilan sosial. Perubahan iklim juga adalah peluang besar untuk membangun dunia yang lebih adil dan tangguh jika dihadapi dengan langkah berani, inovasi, dan kerja sama yang baik.
Oleh karena itu, marilah kita bekerja sama menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan layak huni untuk semua. Jika dilakukan secara bersama-sama, kontribusi kecil seperti menghemat energi, menanam pohon, mengurangi sampah plastik, dan mendukung produk ramah lingkungan bisa berdampak besar.
Â
Â
Â