Mohon tunggu...
Putu Suasta
Putu Suasta Mohon Tunggu... Wiraswasta - Alumnus UGM dan Cornell University

Alumnus UGM dan Cornell University

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bali Mengarupa: Mekar atau Layu?

30 Oktober 2020   20:07 Diperbarui: 30 Oktober 2020   20:25 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Tribunnews.com

Untuk tahun 2020, Bali Megarupa diadakan untuk kali yang kedua di tempat yang sama; ARMA Museum, Ubud! Kali ini tema yang diusung adalah "Candika Jiwa: melampui Medium, Ruang dan Waktu". Tema itu, mengutip katalog umum Festival Seni Bali Jani (FSBJ) 2020, disebutkan bahwa tema itu mengedepankan kesadaran bahwa masa pandemik adalah momentum bagi kreator/seniman untuk mengali kemungkinan penciptaan yang lintas batas sebagaimana keniscayaan era digital.

Apa yang disambut dari Bali Megarupa yang kedua ini? Ialah mulainya bertumbuh keyakinan untuk even ini berlangsung terus. Hampir sulit dipercaya bahwa Pemprov Bali melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bersedia menyelenggarakan even seni kontemporer yang kurang lebih hampir sama besarnya dengan Pesta Kesenian Bali (PKB). Hal ini, harus diakui, tak lepas dari peran 'Ibu Gubernur' (istri Gubernur Bali) yang di dalam jiwanya telah tertanam sejak kanak-kanak jiwa kesenian.

Jika dalam masa-masa pemerintahan Gubernur Koster selama satu periode, misalnya, kesenian di Bali mencapai puncak-puncak kesenian, maka sejarah kesenian kontemporer  itu tak bisa dilepaskan  dari peran, pengaruh dan ssering pula  keterlibatan langsungnya. Meski ia dikenal sebagai penyair dan pembaca puisi yang penuh taksu, namun ia tak lalai memberi kesempatan luas kepada berbagai bentuk kesenian yang lainnya.

Justru dari bagaimana cara Festival Seni Bali Jani 'dirawat' akan menjadi modal awal atau cikal bakal seni kontemporer menemukan 'terminal' pentingnya di Bali, dan seniman-seniman dari  Indonesia,  Asia dan paling jauh dari seluruh dunia, akan sangat 'gemetar' mempertaruhkan karyanya di Bali Megarupa ini. Ini bukan suatu hal yang muluk-muluk! Banyak even-even di luar negeri berlangsung sangat manajerial, teliti dan perfect dan sering kali berlangsung kolosal.

Sekadar contoh peristiwa dunia, dapat dikentengahkan di sini even film Hollywood Piala  Oscar di Amerika, Festival Film Canes di Perancis, pameran buku Frankfurt Book Fair, London Book Fair, Sydney Biennale, Shanghai Bienalle dan beberapa lagi yang lain; semuanya berlangsung kolosal dan perfect. Sydney Biennale, misalnya (ini perlu dijadikan semacam studi manajerial dalam mengorganisasi even kesenian besar!} yang berlangsung selama dua tahun.

Panitia Sydney Biennale (bekerja sangat solid, professional, disiplin dan senang hati) bahkan telah mulai bekerja di awal tahun pertama  hajatan yang dipunyainya, padahal hari 'H'-nya masih 2 tahun lagi! Mereka bahkan mencari, memantau dan juga menerima proposal dari seniman-seniman seluruh dunia, baik perorangan maupun berkelompok. Mereka tidak menumpuk proposal-proposal kesertaan para seniman itu di meja kerjanya, melainkan langsung membicarakan isi proposal mereka.

Mereka yang proposalnya diterima dikabari secepatnya sehingga seniman memiliki sedikitnya waktu 2 tahun kurang untuk mempersiapkan konsep karyanya. Sementara para seniman yang telah diterima untuk turut serta dalam Sydney Biennale, mereka juga 'dihalo-halokan' melalui press release, email bagi media yang tidak ada di Sydney. Jadi mereka itu bekerja sepanjang tahun; mimiliki staf, mengundang kurator, memiliki kantor dan ini yang paling penting; even mereka sangat marketable!

Kehadiran Panitia Tetap Sepanjang Tahun

Saya tidak tahu apakah Bali Megarupa memiliki semacam grand design yang menjadi pijakan dasar untuk menentukan apa dasar kuat seni rupa Bali yang mau 'diajegkan' dalam  even BalI Megarupa ini? Pegangan itu harus ada. Ibarat nakhoda, ia harus memiliki peta dan kompas, penunjuk arah. Jika tak begitu, tiap tahun menjelang hajatan akbar ini akan menjadi persilangan gagasan yang tak memiliki karakter kuat. Saya benar-benar tak tahu; apakah Bali Megarupa benar-benar memiliki 'pegangan pokok' untuk menjadi pijakan penentu ke mana tema tiap tahun itu diarahkan demi penguatan dunia seni rupa Bali.

Bali Megarupa adalah hajatan besar, pertaruhan mutakhir dari kronologi even yang mau dimaksudkan besar namun selalu gagal. Lihat misalnya penyelenggaraan Triennale, Bienalle, Bali Act, Bas, semua ini tak pernah bertumbuh menjadi kewibawaan peristiwa seni kontemporer di Bali. Memang, nyaris  tak ada keterlibatan pemerintah di situ kecuali Bali Act, namun bukan tanpa alas an untuk tk menjadi berhasil 'menghidupkan' suatu hajatan kesenian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun