Mohon tunggu...
Putu Suasta
Putu Suasta Mohon Tunggu... Wiraswasta - Alumnus UGM dan Cornell University

Alumnus UGM dan Cornell University

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bali Mengarupa: Mekar atau Layu?

30 Oktober 2020   20:07 Diperbarui: 30 Oktober 2020   20:25 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Tribunnews.com

Kita ambil contoh ARTJOG, suatu peristiwa kesenian besar yang telah berlangsung belasan kali. Pada mulanya juga ARTJOG (awalnya bernama Jogja Art Fair # 1) adalah peristiwa pameran seni rupa kecil yang numpang pada hajatan dan menjadi salah satu rangkaian dari acara Festival Kesenian Yogyakarta tahun 2008. Namun menimbang betapa pesat dan progresifnya dinamika seni rupa Yogya, maka pada tahun berikutnya (2009), Jogja Art Fair memisahkan diri dari Festival Kesenian Yogyakarta. Sekarang ARTJOG menjadi even seni rupa kontemporer yang berwibawa dan sangat diperhitungkan oleh para pelaku dan pengamat dari luar negeri.

Dunia seni rupa adalah percaturan dunia. Hal itu bukan lagi menyangkut kelokalan, dan karena itu dunia seni rupa Bali sangat berpeluang besar untuk menjadi bagian yang berpengaruh dalam percaturan seni rupa global. Dua kali Bali Megarupa terselenggara dan itu sebaiknya jangan sekadar 'numpang lewat' setelah itu tak ada kelanjutan hariannya. Maka di sinilah perlunya kehadiran panitia tetap sepanjang tahun yang meng-handle keberlanjutan harian dari Bali Megarupa ini.

Pemprov Bali harus tahu bahwa seni rupa Bali sangat potensial menjadi 'andalan' dalam pertarungan seni rupa global. Maka, ketika Pemprov Bali memiliki keberanian mengedepankan hajatan besar seni rupa di Bali semacam Bali Megarupa ini, maka semangat ini harus berani 'puputan; habis-habisan' mengingat yang dipertaruhkan juga memiliki kemampuan ke arah itu. Tentu langkah pertama adalah meng-hire manajemen andal, menyewa kurator andal, memiliki kantor besar yang permanen, melakukan korespondensi yang intensif dengan Lembaga-lembaga seni dalam dan luar negeri, memantau perkembangan seni dunia.

Manajemen ini akan bekerja setiap hari. Ia akan menjadi lalu-lintas dan terminal dari dinamika pergolakan dunia seni rupa di Bali. Bahkan jauh-jauh hari mereka telah mempersiapkan konsepsi, arah kecenderungan, isu yang akan diangkat dalam Bali Megarupa berikutnya. Jika isu yang telah disepakati untuk diketengahkan sebagai tema besar dalam Bali Megarupa terasa basi, mereka juga harus mempersiapkan dan mempunyai  'Rencana B', isu pengganti dari isu yang dianggap telah basi.

Kehadiran manajemen sebagai panitia tetap tahunan membuat Bali Megarupa akan selalu berpeluang menjadi hajatan yang tertata, tertib, konsepsional dan sanggup pula menjawab isu-isu local maupun global. Merekalah yang mengelola even besar ini. Merekalah yang bertanggung jawab membesarkan Bali Megarupa ini menjadi salah satu hajatan seni rupa penting di di Indonesia kelak, bahkan mungkin di dunia. Membentuk panitia seminggu atau sebulan menjelang Bali Megarupa maka akan ketahuan betapa rapuh dan tiada berwataknya dari kegiatan yang memakan dana besar ini.

Laboratorium Seni

 Seni rupa adalah eksplorasi tanpa batas. Ia lintas media, lintas sains, lintas pemikiran dan karya-karyanya sering tak terduga. Inilah yang sebaiknya menjadi salah pemikiran penting dalam hajatan Bali Megarupa. Seni rupa bukan lagi sekadar lukisan. Dalam puncak-puncak pencapaian estetik, banyak seniman kontemporer melakukan eksperimen estetik melalui multidimensi media. Mereka masih tetap melukis, namun mereka juga memiliki kuriositas estetik yang ingin mereka rengkuh di luar media-media konvensional.

Untuk apalagi mengetengahkan lukisan-lukisan karena pameran lukisan hampir tiap hari terjadi di Ubud, Sanur dan Denpasar. Lukisan telah menjadi keseharian di Bali. Saya pribadi di masa lalu hampir melelahkan menghadiri pembukaan pameran lukisan dan itu tak menarik lagi karena aspek 'penjelajahan' dalam mengeksplorasi multimedia sangat jarang dilakukan. Harus ada satu peristiwa kemungkinan baru setiap tahun sekali untuk memberi 'kebebasan penuh' kepada para seniman muda Bali untuk mengeksplor segala pencapan tertingginya.

Dan ruang besar untuk 'kebasan penuh'para seniman muda Bali  itu adalah Bali Megarupa. Kredonya adalah "Menggali sedalam-dalamnya sumber estetik; baik dari dalam diri maupun dari alam luas ini". Bali Megarupa pada intinya adalah 'laboratorium Seni'. Dalam momentum itu, para seniman muda Bali mencoba mengerahkan seluruh kemampuan akal budi dan eksistensinya dalam proses penciptaan untuk menghasilkan seni baru berdasarkan percobaaan-percobaannya di 'laboratorium seni' yang bernama; Bali Megarupa!

Lambat laun Bali Megarupa akan ter-image sebagai pertaruhan seni eksperimen, yakni upaya para seniman diberi ruang baru untuk pencarian baru. Sehingga hidup keseniannya tak lagi menjemukan karena telah dibukakan kesempatan untuk ranah baru 'bermain-main dan mencari dengan serius pencapaian estetikanya. Hasilnya, tak selalu harus dipajang dalam ruang museum, melainkan bias di ruang-ruang publik.

Pada salah satu tahun perhelatan biennale di Jerman, banyak para seniman yang karyanya kebanyakan berupa trimatra; instalasi, patung, happening Art, justru mengambil tempat di ruang-ruang publik; taman kota, kantor pos, kantor pemeritahan, pusat-pusat perbelanjaan. Dalam konsepsinya disebutkan; pengambilan tempat di ruang-ruang poublik dimaksudkan sebagai pendekatan apresiasi masyarakat terhadap seni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun