Langit senja mulai meredup saat aku dan dia duduk berdampingan di sebuah taman kecil di kota ini. Angin sore berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan yang berjatuhan di sekitar kami. Aku menatapnya, lelaki yang selama ini mengisi hari-hariku dengan kehangatan. Namanya Dika.
Dika bukan lelaki yang romantis dengan kata-kata, tapi perhatiannya selalu ada. Sejak awal pertemuan kami di sebuah acara keluarga, aku tahu ada sesuatu dalam dirinya yang membuatku nyaman. Dia pendiam, tapi selalu tahu bagaimana membuatku tersenyum.
Hubungan kami tidak selalu mulus. Ada masa-masa di mana perbedaan pemikiran membuat kami bertengkar. Aku sering kali mengeluh karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sementara aku hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Namun, di tengah semua itu, dia tetap ada. Setiap kali aku merasa ragu, dia selalu membuktikan bahwa cintanya tak pernah berubah.
Suatu hari, Dika tiba-tiba mengajakku ke tempat favorit kami, sebuah pantai kecil yang jarang dikunjungi orang. Dia menggenggam tanganku erat, menatap ke arah ombak yang bergulung pelan.
"Aku tahu aku bukan yang terbaik dalam menunjukkan perasaanku," katanya lirih. "Tapi aku ingin kamu tahu, aku ingin kita terus bersama, selamanya."
Aku tersenyum, menahan air mata haru. Dika mungkin bukan pria sempurna, tapi dia adalah satu-satunya yang selalu membuatku merasa dicintai. Tanpa perlu kata-kata manis berlebihan, aku tahu perasaannya nyata. Dan di bawah langit senja yang semakin gelap, aku menggenggam tangannya lebih erat, memilih untuk berjalan bersamanya, ke mana pun waktu membawa kami.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI