Pantai timur yang dulunya menjadi kebanggaan dan destinasi wisata favorit kini menampilkan wajah yang berbeda. Hamparan pasir yang seharusnya bersih kini dipenuhi sampah plastik, sementara hutan mangrove yang menjadi benteng alami pesisir mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan akibat pencemaran yang tak terkendali.Â
Dalam observasi yang dilakukan, kondisi pesisir pantai timur menunjukkan pemandangan yang memprihatinkan. Kantong plastik dan berbagai jenis sampah anorganik berserakan di antara akar-akar bakau. Air yang keruh kecokelatan menjadi saksi bisu bagaimana aktivitas manusia telah mengubah wajah alamiah pantai ini. "Kami sudah sebisa mungkin memperingati perihal sampah bahkan menyediakan tempat sampah, hanya saja banyak yang tidak mendengar" tutur Pak Rahman (65), seorang nelayan yang telah menggantungkan hidupnya di pesisir pantai timur selama lebih dari tiga dekade.
Pada observasi ini, penulis melakukan wawancara dan pengamatan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar kawasan wisata Pantai Timur. Observasi ini penulis lakukan untuk memenuhi tugas pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Pekerjaan Sosial Internasional dengan dosen pengampu Bapak Fajar Utama Ritonga S.Sos., M.Kesos. Rendahnya kesadaran masyarakat menjadi salah satu faktor utama tercemarnya kawasan pesisir ini. "Banyak yang masih buang sampah sembarangan. Padahal sudah sering diingatkan, tapi kesadaran masyarakat masih rendah. Belum lagi wisatawan yang datang juga sering meninggalkan sampah mereka," ungkap Pak Hendra (45), ketua RT setempat.
Pencemaran pantai timur telah menimbulkan berbagai dampak serius terhadap ekosistem pesisir. Ekosistem mangrove sebagai habitat vital berbagai spesies mengalami tekanan berat. Akar-akar mangrove yang terlilit sampah plastik mengalami gangguan dalam proses pertumbuhan dan regenerasi. Hal ini berdampak langsung pada berkurangnya populasi ikan, udang, dan biota laut lainnya yang bergantung pada ekosistem mangrove. Degradasi lingkungan pesisir juga telah mempengaruhi mata pencaharian masyarakat pesisir. Penurunan pendapatan nelayan akibat berkurangnya hasil tangkapan menjadi masalah serius. Menurunnya minat wisatawan berdampak pada usaha lokal, dan hal ini berpotensi menciptakan konflik sosial terkait perebutan sumber daya yang semakin terbatas. Lebih mengkhawatirkan lagi, situasi ini mengancam ketahanan pangan masyarakat pesisir.
Dari sudut pandang kesehatan, pencemaran pesisir menimbulkan berbagai risiko. Jika bersentuhan dengan air yang terkontaminasi, akan berisiko tertular penyakit kulit. Mengonsumsi makanan laut yang terkontaminasi mikroplastik menimbulkan risiko kesehatan yang serius, belum lagi dampak psikologis akibat degradasi lingkungan yang terus berlanjut.
Permasalahan pencemaran pesisir bukan hanya isu lokal, tetapi telah menjadi perhatian global. United Nations Environment Programme (UNEP) telah menginisiasi berbagai program seperti Clean Seas Campaign dan Global Partnership on Marine Litter. Sustainable Development Goals (SDGs) juga menempatkan isu ini dalam beberapa targetnya, terutama Goal 14 tentang Life Below Water. Di tingkat regional, ASEAN telah mengembangkan berbagai kerangka kerja seperti ASEAN Marine Debris Framework Action Plan.
Mengingat kompleksitas permasalahan ini, maka diperlukan strategi solusi yang komprehensif. Penguatan peraturan dan penegakan hukum merupakan landasan utama, termasuk pengembangan peraturan daerah khusus untuk pengelolaan pesisir dan penerapan sanksi tegas bagi pelanggaran. Yang tidak kalah pentingnya adalah perluasan infrastruktur seperti sistem pengelolaan sampah terpadu dan instalasi pengolahan air limbah. Pemberdayaan masyarakat melalui program perbankan sampah berbasis masyarakat dan pelatihan pengolahan sampah menjadi produk yang bernilai ekonomi harus terus digalakkan. Kampanye pendidikan dan kesadaran lingkungan harus dilakukan secara konsisten, baik melalui program formal di sekolah maupun melalui kampanye media sosial.
Pekerja sosial mempunyai peran strategis dalam konteks ini. Melalui pengorganisasian masyarakat, pekerja sosial dapat memfasilitasi pembentukan kelompok konservasi dan pemberdayaan nelayan. Keterlibatan sosial untuk mendorong perilaku ramah lingkungan dan memediasi konflik kepentingan juga merupakan bagian penting dari peran pekerja sosial. Pesisir Timur merupakan warisan yang harus kita jaga bersama. Jika kita membiarkan situasi ini terus berlanjut, kita akan menyalahgunakan kepercayaan yang kita berikan kepada anak cucu kita. Kini saatnya kita  mengambil tindakan dan terlibat agar generasi mendatang dapat terus menikmati keindahan Pantai Timur yang bersih dan lestari.
Artikel ini ditulis berdasarkan observasi lapangan, wawancara dengan narasumber, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (2023).
Penulis: Viola Zahira Yuspi (221201161)