Mohon tunggu...
noname
noname Mohon Tunggu... Mahasiswi

if it doesn't challenge you, it won't change you

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penerapan Konsep Doughnut Economy dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

28 April 2025   11:59 Diperbarui: 28 April 2025   11:59 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

4. Penguatan Kolaborasi Multisektor

Mengatasi kompleksitas tantangan pembangunan berkelanjutan tidak mungkin dilakukan oleh satu aktor saja. Ke depan, diperlukan penguatan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas lokal untuk menciptakan ekosistem pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Model public-private-people partnerships (4P) menjadi pendekatan yang efektif untuk mewujudkan visi Doughnut Economy.

5. Adaptasi Lokal terhadap Prinsip Global

Meskipun Doughnut Economy menawarkan kerangka global, penerapannya di Indonesia harus mempertimbangkan keragaman lokal, baik dari sisi budaya, sosial, maupun ekologi. Setiap daerah perlu mengembangkan model Doughnut Economy lokal yang sesuai dengan konteks spesifik mereka, sehingga prinsip dasar tetap terjaga, namun fleksibel dalam penerapan di lapangan. Pendekatan ini akan memperkuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap proses transformasi dan meningkatkan efektivitas implementasi.

Dengan komitmen yang kuat, inovasi yang berkelanjutan, dan kolaborasi yang luas, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor dalam penerapan Doughnut Economy di kawasan Asia Tenggara. Visi pembangunan yang menempatkan kesejahteraan manusia dan keberlanjutan planet sebagai inti dari semua kebijakan dan tindakan bukan hanya menjadi idealisme semata, tetapi bisa menjadi realitas nyata di masa depan. 

Dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks dan multidimensional, seperti krisis iklim, ketimpangan sosial, dan ancaman keberlanjutan sumber daya alam, Indonesia membutuhkan paradigma pembangunan baru yang lebih adaptif, inklusif, dan berkelanjutan. Konsep Doughnut Economy yang mengintegrasikan kesejahteraan sosial dengan batasan ekologis menawarkan kerangka berpikir yang sistematis untuk menjawab kebutuhan tersebut.

Melalui pembahasan ini, telah tergambar bahwa Indonesia memiliki urgensi yang sangat tinggi untuk mengadopsi prinsip-prinsip Doughnut Economy. Tantangan yang ada, mulai dari hambatan struktural, budaya konsumtif, resistansi industri, hingga keterbatasan data dan teknologi, memang nyata dan kompleks. Namun, berbagai inisiatif positif yang telah berkembang --- dari kebijakan pemerintah daerah, ekonomi sirkular, urban farming, hingga kampanye kesadaran publik --- menunjukkan bahwa fondasi perubahan sudah mulai terbentuk.

Ke depan, keberhasilan transisi menuju Doughnut Economy di Indonesia sangat bergantung pada komitmen bersama semua pihak: pemerintah, sektor swasta, akademisi, masyarakat sipil, dan komunitas lokal. Transformasi ini tidak hanya soal mengubah kebijakan, tetapi juga mengubah pola pikir, perilaku konsumsi, model bisnis, serta pendekatan pendidikan dan inovasi. Penguatan kolaborasi multisektor, adaptasi lokal terhadap prinsip global, serta dukungan terhadap inovasi hijau menjadi prasyarat utama untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Jika dilakukan dengan konsisten dan strategis, Indonesia tidak hanya akan berhasil menjaga keberlanjutan sumber daya alamnya, tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan resilien. Dengan demikian, implementasi Doughnut Economy bukan hanya sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk memastikan masa depan Indonesia yang lebih baik, dalam keseimbangan antara manusia dan bumi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun