Mohon tunggu...
Rafli Rahman
Rafli Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAIN Kendari

Saya hanyalah orang yang berusaha menjadi baik.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Cahaya Dari Timur, Refleksi Mendalam Atas Risalah Dakwah Imam Lapeo di Tanah Mandar

13 Februari 2025   14:42 Diperbarui: 13 Februari 2025   14:53 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Produksi Cahaya Dari Timor

Kehidupan terus berjalan dengan segala problematikanya, manusia sebagai makhluk hidup yang berakal harus selalu berupaya untuk bertahan hidup agar tidak ditelan oleh lajunya zaman. Film "Cahaya Dari Timur" hadir memvisualisasikan kisah hidup Annanggurutta Imam Lapeo, memberikan perspektif yang menarik di tengah fenomena masyarakat Muslim kontemporer yang ironisnya justru sering terjebak dalam romantisisme sejarah Islam.

Saat ini, banyak umat Islam yang lebih suka berlindung di balik narasi kejayaan masa lalu - mengagung-agungkan era keemasan Islam di Baghdad, kemajuan ilmu pengetahuan di Andalusia, atau kehebatan para ulama klasik - namun enggan menghadapi tantangan zaman modern dengan sikap proaktif. Mereka seringkali menjadikan sejarah gemilang ini sebagai tempat pelarian ketika berhadapan dengan kompleksitas dunia kontemporer, alih-alih menjadikannya sebagai inspirasi untuk bangkit dan berkarya. Hal seperti ini pulalah yang kulihat dari Masyarakat Mandar saat ini, kita hanya sering mengagung-agungkan bagaimana annanggurutta dengan segala karomahnya di masa lalu, tapi hanya sedikit dari kita yang mencoba untuk menitih jalan yang ditempuh annanggurutta.

Dalam konteks inilah, kisah Annanggurutta Imam Lapeo yang dihadirkan dalam film dokumenter ini menjadi cermin yang menyadarkan. Terima kasih kepada tim produksi yang telah mengupayakan sebaik mungkin film dokumenter ini. Dalam film ini sosok annanggurutta ditampilkan dengan menunjukkan bagaimana seharusnya seorang Muslim bersikap dalam menghadapi perubahan zaman - bukan dengan nostalgia yang melumpuhkan, melainkan dengan semangat pembaruan yang tetap berakar pada nilai-nilai fundamental Islam dan kearifan lokal.

Dalam film ini menggambarkan perjalanan dakwah Annanggurutta dengan sikap progresifnya yang justru sangat dibutuhkan oleh umat Islam hari ini. Beliau tidak menghabiskan waktu untuk meratapi kemunduran atau sekadar membanggakan kejayaan masa lalu. Sebaliknya, beliau aktif mempelajari berbagai disiplin ilmu - dari agama hingga sosial psikologi dan beladiri - untuk kemudian diimplementasikan dalam konteks masyarakat Mandar pada masanya.

Kontras ini semakin terasa ketika kita melihat kondisi umat Islam kontemporer hari ini. Di satu sisi, kemajuan teknologi dan informasi membuka peluang tak terbatas untuk berkembang. Namun di sisi lain, banyak yang memilih untuk tenggelam dalam nostalgia sejarah, seolah masa lalu yang gemilang itu cukup untuk menjawab tantangan masa kini. Padahal, sebagaimana dicontohkan oleh Annanggurutta, yang dibutuhkan adalah keberanian untuk menghadapi zaman dengan bekal ilmu yang komprehensif dan pemahaman mendalam terhadap konteks kekinian.

Film dokumenter ini hadir bukan sekadar untuk mengenang sosok Annanggurutta, tetapi juga untuk menggugah kesadaran umat Islam kontemporer agar keluar dari jebakan romantisisme sejarah. Melalui kisah hidup beliau, kita diingatkan bahwa perkembangan Islam tidak dibangun dengan nostalgia, melainkan dengan kerja keras, penguasaan ilmu, dan keberanian untuk berinovasi dalam bingkai syariat.

Salah satu fenomena yang juga menarik dalam perkembangan masyarakat modern adalah bagaimana mereka memandang dan memperlakukan dimensi mistik dalam kehidupan. Di satu sisi, kemajuan sains dan teknologi seolah telah mendorong manusia untuk memandang segala sesuatu dari kacamata materialisme dan rasionalitas semata. Namun ironisnya, ketika dihadapkan pada keterbatasan logika materialistik dalam menjelaskan berbagai fenomena kehidupan, banyak yang kemudian justru terjerumus ke dalam pemahaman mistik yang tidak terkendali dan jauh dari tuntunan agama yang benar.

Dalam konteks ini, sosok Annanggurutta Imam Lapeo memberikan teladan bagaimana seharusnya dimensi mistik dipahami dan ditempatkan dalam kehidupan. Melalui film "Cahaya Dari Timor", kita melihat bagaimana beliau memadukan dimensi syariat dengan hakikat, dimensi lahiriah dengan batiniah, tanpa terjebak dalam ekstremitas yang membahayakan. Beliau menunjukkan bahwa logika mistika, ketika dipahami dan diamalkan dengan benar, justru dapat menjadi kekuatan yang membangun peradaban, bukan malah menjerumuskan pada kesesatan atau tahayul.

Ironinya masyarakat modern hari ini seringkali terjebak dalam dua kutub ekstrem. Di satu sisi ada yang menolak sama sekali dimensi spiritual dan mistik, menganggapnya sebagai takhayul yang tidak rasional. Indangmi pangande pe'guruang pamali. Konsep pamali sebagai dimensi pindidikan sudah tidak berfungsi lagi. Dahulu konsep pamali hadir sebagai dimensi pendidikan mistik yang justru membentuk karakter yang lebih baik. Meskipun memang dahulu orangtua kita menggunakan pamali sebagai pendidikan sosial dengan alasan tertentu. Konsep pamali hari ini seringkali dirasionalkan sehingga menghilangkan jiwa spiritual yang tercantum di dalamnya. Di sisi lain, Tapi da toandi pappamaliang bega. Jangan juga terlalu kelewatan dalam menggunakan pamali. Karena ada pula yang begitu haus akan pengalaman spiritual hingga mudah terjerumus dalam praktik-praktik mistik yang menyimpang dari ajaran agama. Keduanya mencerminkan ketidakseimbangan dalam memahami hakikat kehidupan yang sebenarnya merangkum dimensi lahir dan batin.

Annanggurutta mengajarkan bahwa logika mistika bukanlah untuk dijadikan pelarian dari realitas atau sekadar mencari keajaiban-keajaiban yang sensasional. Sebaliknya, pemahaman terhadap dimensi spiritual ini seharusnya memperkuat kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan, mendorong manusia untuk lebih bertakwa dan berbuat baik dalam kehidupan sosialnya. Inilah yang kemudian menciptakan keseimbangan antara dimensi vertikal (hubungan dengan Allah) dan horizontal (hubungan dengan sesama makhluk).

Dari dahulu hingga di era digital yang serba cepat ini, kita menyaksikan bagaimana banyak orang mencari "jalan pintas" spiritual melalui berbagai praktik mistik yang tidak berdasar. Mereka mencari berkah, keberuntungan, atau kekuatan dengan cara-cara yang justru menjauhkan dari esensi spiritualitas yang sebenarnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa modernitas tidak serta merta menghilangkan kebutuhan manusia akan dimensi spiritual, namun tanpa pemahaman yang benar, pencarian spiritual ini bisa mengarah pada kesesatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun