Hari ini, anak SD sudah bisa menggunakan ChatGPT untuk mengerjakan PR. Namun, pertanyaan yang lebih penting: apakah ia tahu cara menyemangati temannya yang baru saja gagal ujian?
Inilah kontras abad 21: teknologi melesat jauh, tetapi keterampilan manusiawi justru terancam tertinggal. Pendidikan Bermutu tidak cukup hanya mengajarkan murid cara berpikir logis dan digital. Lebih dari itu, mereka harus dibekali kemampuan yang tak bisa digantikan robot atau algoritma: empati, kepedulian, dan rasa kemanusiaan.
Karena hanya dengan itulah, murid Indonesia benar-benar siap hadapi tantangan abad 21.
Abad 21 adalah era banjir informasi, disrupsi teknologi, dan persaingan global tanpa batas. Hampir setiap hari lahir inovasi baru: kecerdasan buatan, otomasi, hingga robot yang bisa mengambil alih banyak pekerjaan manusia.
Namun, justru di tengah derasnya arus teknologi, ada satu hal yang tidak tergantikan: human skill. Empati, kepemimpinan, dan kolaborasi adalah kompetensi yang tetap relevan bahkan semakin dicari. Mesin bisa menghitung lebih cepat, tetapi hanya manusia yang bisa memahami perasaan, menengahi konflik, dan membangun kepercayaan.
Sayangnya, sistem pendidikan kita masih terjebak pada pola lama: hafalan, ujian, dan nilai akademik. Murid yang bisa mengulang rumus atau menjawab soal pilihan ganda dianggap "unggul", sementara keterampilan komunikasi, problem solving, hingga kepedulian sosial sering kali terabaikan.
Akibatnya, sekolah justru kurang menyiapkan murid menghadapi realitas kerja dan kehidupan abad 21. Mereka mungkin pintar secara teori, tetapi canggung bekerja dalam tim, sulit berempati, dan tidak terbiasa berpikir lintas disiplin.
Kurikulum Empati
Salah satu gagasan penting untuk mewujudkan Pendidikan Bermutu adalah memasukkan empati ke dalam kurikulum inti, bukan sekadar pelengkap atau kegiatan ekstrakurikuler.
Misalnya, murid SMA yang sedang belajar ekonomi tidak hanya berhenti pada teori permintaan dan penawaran. Mereka bisa diajak mengelola bazar amal untuk membantu korban banjir di daerah sekitar. Dari situ, murid belajar banyak hal sekaligus: prinsip ekonomi, manajemen tim, komunikasi dengan masyarakat, hingga yang paling penting, merasakan penderitaan orang lain dan berusaha meringankannya.