Mohon tunggu...
Putra Dewangga
Putra Dewangga Mohon Tunggu... Content Writer di SURYA.co.id

Hanya seorang penulis di media online

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

STEM Berbasis Kearifan Lokal, Dari Perahu Bugis hingga Rumah Gadang

16 September 2025   20:56 Diperbarui: 16 September 2025   20:56 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambarannya begini, anak-anak di kota besar bisa belajar sains dengan robot, komputer canggih, dan akses internet cepat. Sementara di pelosok desa, murid-murid hanya mengandalkan papan tulis lusuh, buku pinjaman, dan kreativitas guru yang serba terbatas.

Namun, apakah itu berarti anak desa tidak bisa mendapat Pendidikan Bermutu? Belum tentu. Sains sejati sesungguhnya ada di sekitar kita, dalam budaya Nusantara yang penuh pengetahuan tradisional. Dari layar perahu Bugis yang menaklukkan lautan, hingga rumah panggung di Sumatera yang tahan gempa, semua adalah bukti bahwa leluhur kita sudah lebih dulu memahami prinsip science, technology, engineering, and math (STEM) jauh sebelum istilah itu populer.

Di sinilah letak kuncinya: bagaimana menjadikan STEM tidak hanya soal laboratorium mahal di kota, tetapi juga pengalaman belajar yang membumi dan dekat dengan keseharian murid. Hanya dengan cara itu kita bisa benar-benar Siap Hadapi Tantangan Abad 21.

STEM bukan sekadar tren pendidikan global. Ia adalah fondasi untuk menyiapkan generasi Indonesia agar mampu bersaing di pasar kerja dunia, menciptakan inovasi, dan menghadapi masalah kompleks mulai dari krisis iklim hingga transformasi digital.

Laporan World Economic Forum menyebutkan bahwa 8 dari 10 pekerjaan masa depan membutuhkan kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan literasi teknologi, semua itu adalah kompetensi inti STEM. Artinya, tanpa STEM, mustahil kita bicara tentang Pendidikan Bermutu yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Namun, tantangan besar ada di depan mata: persebaran pendidikan STEM di Indonesia masih timpang. Kota-kota besar mungkin sudah terbiasa dengan coding camp, laboratorium robotik, atau kelas berbasis simulasi digital. Tapi di banyak daerah, akses terhadap laboratorium sains saja masih jadi barang mewah.

Inilah kesenjangan yang, jika tidak diatasi, justru memperlebar jurang antara murid kota dan desa. Padahal, kualitas pendidikan tidak boleh ditentukan oleh kode pos. Semua anak Indonesia berhak untuk Siap Hadapi Tantangan Abad 21, tanpa terkecuali.

Jika kita mau jujur, sebenarnya bangsa Indonesia sudah lama akrab dengan STEM, meski istilahnya belum populer. Hanya saja, pengetahuan itu tersimpan dalam bentuk kearifan lokal yang sering kali dipandang sekadar tradisi, padahal di dalamnya ada sains yang canggih.

Ambil contoh Rumah Gadang di Sumatera Barat. Atap melengkungnya bukan hanya simbol budaya, tetapi sekaligus bukti kecerdasan dalam memahami fisika struktur. Bangunan rumah panggung dengan tiang-tiang kokoh dirancang agar lentur menghadapi gempa, sesuatu yang hingga kini menjadi tantangan banyak insinyur modern. Bayangkan jika anak-anak Minang belajar fisika bukan hanya lewat rumus di papan tulis, tetapi juga dengan meneliti rumah adat yang berdiri megah di kampung mereka. Bukankah itu bentuk Pendidikan Bermutu yang kontekstual?

Lalu ada perahu Pinisi Bugis dari Sulawesi Selatan. Perahu layar ini sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Desain aerodinamikanya memungkinkan perahu menaklukkan lautan luas berabad-abad lamanya. Dari Pinisi, murid bisa belajar tentang aerodinamika, desain kapal, bahkan manajemen logistik perdagangan maritim. Itu STEM yang membumi sekaligus membanggakan, menjadikan mereka lebih percaya diri untuk Siap Hadapi Tantangan Abad 21.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun