Mohon tunggu...
Puspa Sari Dewi
Puspa Sari Dewi Mohon Tunggu... Penulis - A lifelong learner

Author of Seni Memaknai Hidup & Novella Ranum Email : 1991saripuspa@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memahami Hakikat Sabar

29 Mei 2022   11:20 Diperbarui: 29 Mei 2022   11:35 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasul-Rasul Ulul Azmi ialah lima orang antara sekian ramai rasul yang paling tinggi derajatnya karena paling banyak menerima musibah.

Nabi Nuh a.s.yang berdakwah selama 950 tahun hanya mempunyai pengikut seramai 80 orang, terpisah dari anak dan istri yang derhaka dan menongkah banjir besar yang menenggelamkan seluruh dunia.

Nabi Ibrahim a.s. terpaksa meninggalkan istri yang dicintai di Padang Pasir yang kontang, diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anak lelaki kesayangannya dan dilontar ke dalam api oleh raja Namrud. Begitulah juga Nabi Musa dan Nabi Isa, mereka telah menghadapi paket ujian dan musihahnya yang tersendiri.

Istimewanya Rasulullah SAW, beliau yang paling banyak diuji sejak awal kelahirannya sampai wafat. Namun, apakah senjata Rasulullah SAW menghadapi semua itu? Apalagi kalau bukan sabar. Sabar itu cukup indah. Namun, di manakah keindahan itu? Bukankah untuk bersabar begitu sukar?

Ya, bukannya mudah untuk tersenyum ketika ditimpa musibah. Mengapa yang sukar, pahit, dan pedih itu dikatakan indah?

Untuk mendapatkan jawabannya, lihatlah kehidupan Rasulullah SAW. Wajahnya senantiasa gemilang dengan senyuman. Langkahnya senantiasa yakin dan tenang. Air mukanya sangat menyenangkan sehingga tidak kelihatan walau sedikit pun tanda-tanda pembohongan.

Sabar yang baik lagi indah ini dapat dinikmati apabila hati tenang, lapang, dan tenteram, apabila hanya mengadu kepada Pencipta tatkala berdepan dengan ujian dunia. Mungkin hati yang sebegitu belum kita miliki, tetapi itulah hati yang menjadi idaman dan perjuangan kita untuk mendapatkannya.

Semoga kita terus bersabar dalam mendidik diri untuk memiliki kesabaran yang indah itu karena kita yakin keindahan bukan hanya ada di ujung jalan, tetapi ada di sepanjang jalan.

"Jangan bicara tentang sabar. Perkataan itu pantang disebut di sini dan ketika ini. Orang hendak penyelesaian yang tuntas, bukan hanya kata-kata dan nasihat!"

Begitulah yang pernah saya dengar dari seorang kerabat. Ia tidak mau mendengar perkataan sabar. Mereka hanya ingin penyelesaian dan tindakan. Seolah sabar itu bukan penyelesaian. Seakan sabar itu bukan satu tindakan.

Jadi, apa yang sering berlaku apabila kita menasihati seseorang supaya bersabar ketika suatu kesusahan atau musibah yang menimpa, spontan dia akan meningkah: "Aku inginkan penyelesaian yang konkrit, bukan kata-kata sabar! Kalau itu, aku pun tahu!" Tanpa dia sadari sebenarnya dengan berkata demikian, sah bahwa dia tidak tahu apa itu sabar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun